Gunung Merapi ‘Batuk’, Masyarakat Yogyakarta Jangan Terpancing Hoaks

| 15 Oct 2019 08:27
Gunung Merapi ‘Batuk’, Masyarakat Yogyakarta Jangan Terpancing Hoaks
Erupsi Gunung Merapi (dok. BPPTG)
Jakarta, era.id - Gunung Merapi terus menunjukkan aktivitas vulkaniknya. Jika Minggu (13/10), Gunung Merapi dilaporkan memperlihatkan asap solfatara berwarna putih berintensitas tipis dengan ketinggian 10 meter di atas puncak kini Merapi malah dilaporkan meluncurkan awan panas setinggi 3.000 meter hari ini pukul 16.31 WIB.

Lewat akun Instagramnya, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mengatakan letusan terekam di seismogram dengan durasi 270 detik dan amplitudo 75 milimeter. Sementara kolom abu terpantau bergerak ke arah Barat Daya, karena dorongan angin.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Hanik Humaida juga turut menjelaskan keadaan gunung tersebut. Kata dia, Gunung Merapi masih dalam status Waspada atau level II. Hanya saja, dia meminta masyarakat tetap berjaga bila ada letusan.

“Masyarakat tetap harus waspada, artinya di sini letusan kemungkinan masih akan terus terjadi,” kata Hanik di Kantor BPPTKG, Yogyakarta, Senin (14/10/2019).

Selain meminta masyarakat tetap waspada, Hanik juga menyebut area puncak dengan jarak radius 3 km harus bebas dari aktivitas masyarakat. Tak hanya itu, dia juga mengingatkan warga Yogyakarta dan sekitarnya untuk tidak percaya kabar hoaks soal Merapi.

“Dimohon masyarakat tidak panik, tidak mengikuti berita-berita yang kurang tepat, tolong ikuti terus berita dari kami. Kami akan memberikan informasi secara terus-menerus kepada masyarakat,” ungkap dia.

Kepada wartawan, Hanik kemudian menjelaskan penyebab Gunung Merapi mengeluarkan awan panas. Menurut dia, awan panas ini terjadi proses akumulasi gas di dalam gunung tersebut yang akhirnya dikeluarkan.

Karakter awan panas yang dikeluarkan Merapi ini, dijelaskan Hanik sama seperti awan panas yang terjadi pada 22 September. Hanya saja, lontaran tinggi kolomnya memang lebih tinggi.

“Kemarin kan tinggi kolomnya 800 meter. Nah, ini 3.000 meter. Penyebabnya akumulasi gas,” ujarnya.

 

Berbarengan dengan gempa di Bantul

Tak berapa lama awan panas Gunung Merapi menyembur, gempa dengan kekuatan 2,8 skala richter pun terjadi di wilayah Bantul, Yogyakarta. BMKG mencatat, pusat gempa berada di koordinat 8.23 Lintang Selatan, 110.25 Bujur Timur.

Dilansir dari detik.com, Kepala BMKG Yogyakarta Agus Riyanto menjelaskan bahwa jika aktivitas tektonik terjadi lebih dahulu, bisa saja hal ini memancing aktivitas vulkanik. “Tadi sore kejadian erupsinya (Merapi) memang hampir bersamaan dengan gempa bumi Bantul magnitudo 2.8," ungkap Agus, Senin (14/10).

Meski gempa dan letusan awan panas Gunung Merapi terjadi secara berbarengan, Agus tak mau berspekulasi dua kejadian itu terjadi karena saling berkaitan. Sebabnya, analisa ilmiah masih harus dilakukan BMKG untuk memastikan hal tersebut.

“Aktivitas tektonik kadang men-trigger aktivitas vulkanik. Tapi mengingat gempa Bantul sore tadi hanya berkekuatan 2.8, apakah sudah mampu mendeformasi kubah lava Merapi atau tidak," ungkapnya.

Sedikit informasi, di tahun 2018 Gunung Merapi juga sempat meletus. Letusan ini berjenis freatik yang terjadi akibat dorongan tekanan uap air yang terjadi akibat kontak massa air dengan panas di bawah kawah gunung. Jenis letusan ini tidak berbahaya dan dapat terjadi kapan saja pada gunung api aktif dan biasanya hanya berlangsung sesaat.

Sementara di tahun 2010 tepatnya pada 26 Oktober, Gunung Merapi juga meletus. Kemudian pada 28 Oktober gunung ini memuntahkan lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya awan panas. Akibat kejadian itu, sebanyak 353 warga lereng Merapi tewas termasuk Raden Ngabehi Surakso Hargoatau lebih dikenal dengan sebutan Mbah Maridjan yang merupakan Juru Kunci Gunung Merapi.

 

Rekomendasi