Menurut Barbie, aktivis komunitas Srikandi Pasundan, selama ini kelompok transgender sering mendapat stigma negatif. Jika ada kasus negatif yang menimpa waria, misalnya, publik cenderung langsung menggeneralisasi bahwa semua transgender berprilaku negatif.
Padahal tidak semua waria berprilaku buruk. Sama halnya dengan fenomena crosshijaber yang kini dipandang negatif. "Crosshijaber stigma baru bagi kami," kata Barbie, di Bandung, Selasa (10/22/2019).
Baca Juga : Memahami Crosshijaber: Dari Kecaman sampai Keberagaman Gender
Di komunitasnya, jauh sebelum isu crosshijaber dibicarakan, Barbie sudah terbiasa melihat teman-temannya mengenakan hijab dan tidak sedikit teman-temannya yang ingin mengenakan hijab untuk kepentingan ibadah.
Ia juga pernah menerima pertanyaan dari teman-temannya tentang kemungkinan mereka berhijab. Kepada teman-temannya yang bertanya, Barbie menjelaskan bahwa hijab tak bisa dipakai sembarangan karena menyangkut nilai religi dan lingkungan.
Tangkapan layar hashtag crosshijaber di Instagram. (Foto: Istimewa)
"Saya sarankan lihat dulu bagaimana respons dari lingkungan sekitar mau menerima atau tidak. Karena hijab kan menyangkut nilai (agama)," kata Barbie.
Jika lingkungan menerima, kata Barbie, pengenaan hijab tersebut tidak masalah. Tetapi jika lingkungan menolak, tentu tidak bisa dipaksakan.
Barbie lantas menuturkan, stigma pada kelompok transgender sebenarnya sudah muncul jauh sebelum ramainya isu crosshijaber. Sebagai aktivis di Srikandi Pasundan, Babie punya data tentang stigma, diskriminasi, sampai persekusi yang menimpa rekan-rekannya.
-
Culture11 Jan 2023 21:04
Kedutan Mata Kiri Atas? Begini Artinya Menurut Primbon Jawa
-
Afair15 Apr 2020 12:41
Rumor Kim Heechul Homo dan Fakta Korsel sebagai Rumah Tak Layak LGBTQ
-
Afair22 Nov 2019 17:42
Syarat CPNS yang Masih 'Alergi' dengan LGBT