Berita mengejutkan ini langsung membuat memorinya kembali beberapa tahun ke belakang. Kala ia menjadi imigran yang diselundupkan ke Inggris. Saat itu, pria asal Afganistan ini menjadi salah satu orang yang diselamatkan dari dalam kontainer pendingin di jalur tol M1, Inggris, saat oksigen kian menipis.
Kisah mengerikannya itu bermula saat Amiri melakukan perjalanan dari sebuah kamp di Calais, Prancis. Setiap malamnya, jaringan penyelundup manusia akan membuka kontainer besarnya dan memasukan 20 hingga 30 orang di dalamnya. Sebelum mereka naik ke dalam truk, mereka harus membayar sesuai kesepakatan. Tak peduli apakah nantinya mereka hidup atau mati.
Amiri dan adiknya yang bernama Ahmad menjadi salah satu penumpang truk kontainer yang membawa sekitar 13 migran saat itu. Langkahnya saat memasuki kontainer menjadi langkah yang menentukan hidup dan mati dia dan adik kecilnya. Mereka (penyelundup manusia) mulai menutup pintu. Semua orang ketakutan karena tak bisa membuka pintu itu dari dalam.
Sebelum pintu ditutup, Amiri hanya melihat tumpukan kardus yang berisi obat-obatan di pojokan kontainer. Ada ruangan seluas setengah meter di antara kardus-kardus dan atap kontainer. Di tempat kecil itu, mereka semua harus berbaring selama 15 atau 16 jam kedepan. Suasana di dalam sangat dingin, tak ada penerangan sama sekali. Gelap gulita. Mereka, para imigran harus tetap terbaring. Amiri mengatakan dirinya tak bisa bergerak, duduk, apalagi berdiri. Rasanya seperti kuburan yang berjalan.
Namun di tengah-tengah perjalanan, pendingin ruangan rusak dan suhu di dalam semakin menghangat. Amiri yang saat itu sudah mempersiapkan selimut, melepaskan itu semua. Udara semakin panas di dalam. Bekal air yang mereka bawa pun sudah habis. Suhu di dalam kontainer itu semakin meningkat dari waktu ke waktu. Udara yang kian menipis membuat adik kecilnya menangis. Ia ketakutan dan batuk-batuk. Amiri terus mengatakan kepada adiknya, "Kamu akan baik-baik saja, mereka akan segera membuka pintu."
Lukisan Ahmad, adik Jawad Amiri saat mereka menjadi penumpang gelap dalam truk kontainer. (BBC)
Hal ini kemudian membuat dirinya dan para migran lainnya berusaha memanggil sopir dengan menggedor atap kontainer. Meski berhenti beberapa kali, namun pintu itu tak juga dibuka. Sang sopir hanya memaki dengan bahasa kasar dan berteriak menyuruh mereka untuk diam.
Beberapa migran itu memiliki ponsel tapi mereka tak ingin memanggil layanan darurat karena takut dipulangkan. Amiri mengaku saat itu baterai ponselnya sudah habis. Namun, adiknya memiliki ponsel kecil yang masih bisa digunakan.
Dengan ponsel itu, Amiri kemudian mengirim pesan teks kepada seorang wanita yang dikenalnya di lembaga amal saat dirinya di kamp pengungsian. Amiri mengatakan, ia membutuhkan pertolongan. Ia juga mengatakan bahwa sopir truk tak mau berhenti dan oksigen semakin menipis. "Jangan bergerak, relaks. Jangan bicara terlalu banyak. Kami akan memanggil polisi," balas perempuan itu.
Beberapa waktu kemudian, kepolisian datang membawa anjing pelacak dan membuka pintu kontainer. Ini adalah momen di mana para migran itu bahagia. Tapi beberapa dari mereka justru kesal karena takut dipulangkan. Seorang dokter datang memeriksa keadaan para migran itu. Amiri ingat betul dokter saat itu mengatakan bahwa kami dalam keadaan yang baik. Polisi kemudian mengirim para migran itu ke sebuah hostel.
Ketakutan tentang kembali dipulangkan hilang saat dirinya diterima baik oleh pemerintah Inggris. Amiri dan adiknya kini punya hak menetap di sana. Ia mengaku saat ini dirinya sedang menempuh pendidikan di kampus untuk dilatih menjadi ahli bangunan. Sedangkan adiknya yang kini berusia 10 tahun itu, menciptakan realita virtual yang bermodal pengalaman perjalanan dan mimpi-mimpinya. Realita virtual itu dinamakan Parwaz VR.
Berita penemuan puluhan jasad diduga yang diduga migran itu membuat dirinya sedih. "Saya memikirkan orang-orang itu ketika oksigen habis dan saya begitu sedih atas apa yang mereka alami. Mereka bukan hanya 39 orang yang meninggal dunia. Mereka adalah 39 keluarga yang kehilangan adik atau kakak," ujarnya, dikutip BBC, Jumat (25/10/2019).
Baca Juga: Teka-teki Penemuan Puluhan Mayat dalam Truk Kontainer di Inggris
Teka-teki penemuan puluhan mayat di Essex
Pada Rabu kemarin, kepolisian Inggris menerima laporan sekitar pukul 01.40 pagi waktu setempat, ada penemuan 39 mayat dalam sebuah truk kontainer yang diyakini berasal dari Bulgaria. Kabar ini sontak membuat kawasan industri Waterglade di sebelah timur Kota London itu ramai dikunjungi awak media dan warga sekitar.
Laporan terbaru yang dikutip dari Al Jazeera, 8 wanita dan 31 pria yang ditemukan tewas dalam kontainer itu diyakini warga negara China. Diduga kasus ini berkaitan dengan jaringan perdagangan manusia dan imigran gelap yang selama bertahun-tahun telah berusaha mencapai Inggris menggunakan truk, seringkali dari daratan Eropa.
Truk kontainer itu disebutkan memiliki mesin pendingin di dalamnya, di mana media lokal menduga hal itu menyebabkan para imigran mati membeku dalam suhu terendah -25 derajat Celcius. Polisi Essex mengindikasikan bahwa proses pengenalan jenazah bisa memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan. "Ini adalah investigasi terbesar dari jenisnya yang harus dilakukan oleh polisi Essex dan kemungkinan perlu waktu cukup lama untuk sampai pada suatu kesimpulan," Kepala Polisi BJ Harrington.
-
Daerah22 Nov 2023 22:37
Polisi Tetapkan Sopir Pengangkut Imigran Rohingya Sebagai Tersangka
-
Afair23 May 2023 11:55
Detik-Detik Truk Kontainer Nyangkut di Kolong Jembatan Kereta di Jaktim