Menanggapi hal tersebut, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan Sofyan Basir tak langsung bisa menjabat sebagai petinggi PLN meskipun sudah dinyatakan tidak bersalah. Menurutnya, keputusan tersebut tergantung pada Tim Penilai Akhir (TPA).
"Hal ini bergantung kepada keputusan TPA nantinya. Karena penentuan Direksi PLN kan harus melalui TPA," ujar Erick melalui keterangan tertulis yang diterima era.id, Senin (4/11).
Meski demikian, Erick mengaku menghormati keputusan hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) yang menyatakan Sofyan Basir tidak melanggar UU KPK seperti yang dituduhkan. "Dengan ini, tentu nama Pak Sofyan terehabilitasi dengan sendirinya," kata Erick.
Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku lembaga yang menangani kasus tersebut untuk memulihkan nama baik Sofyan Basir yang sudah menjalankan proses hukum selama menjadi tersangka kasus dugaan suap pembangunan PLTU Riau 1.
"Kami juga meminta betul untuk KPK memulihkan kembali hak-hak harkat martabat dan kehormatan Sofyan Basir karena sebagaimana kita ketahui beliau kan enggak mau enggak suka atau nggak suka sudah juga tunduk kepada hukum negara yaitu menjalani proses penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK," ujar Arteria di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/11/2019).
Ia berharap putusan hakim tipikor juga bisa menjadi cambuk bagi KPK, khususnya penyidik dan penuntut umum agar lebih berhati-hati dan cermat dalam melakukan penegakkan hukum.
Ateria juga mengajak masyarakat untuk menghormati keputusan pengadilan. Terlebih lagi, menurutnya, persidangan dilakukan secara terbuka untuk umum dengan penuh kehati-hatian dan kecermatan.
"Tentunya juga mengajak semua pihak untuk mencoba Bagaimana memahami menghormati dan menghargai menghargai putusan hakim. Saya pikir sudah dilakukan dengan penuh kehati-hatian penuh kecermatan apalagi sidang dilakukan secara terbuka untuk umum," pungkasnya.
Sebelumnya, Sofyan dituntut jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus dugaan suap yakni 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Majelis hakim menganggap Sofyan tidak terbukti melakukan pembantuan atas transaksi suap terkait proyek PLTU Riau 1 tersebut.
Majelis hakim berpendapat bahwa Sofyan tidak terbukti memenuhi unsur pembantuan memberi kesempatan, sarana dan keterangan kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dalam mendapatkan keinginan mereka mempercepat proses kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau 1.
Selain itu, Sofyan dianggap tidak Majelis hakim berpendapat bahwa Sofyan tidak terbukti memenuhi unsur pembantuan memberi kesempatan, sarana dan keterangan kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dalam mendapatkan keinginan mereka mempercepat proses kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau 1.
Majelis juga berpendapat Sofyan sama sekali tidak mengetahui adanya rencana pembagian fee yang dilakukan oleh Kotjo terhadap Eni dan pihak lain. Menurut majelis, upaya percepatan proyek PLTU Riau-1 murni sesuai aturan dan bagian dari rencana program listrik nasional. Sofyan juga diyakini bergerak tanpa adanya arahan dari Eni.