RKUHP dan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) batal disahkan karena dianggap memuat beberapa pasal kontroversial dan perlu dibahas ulang.
Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani menyebut tidak akan setuju jika harus membahas ulang substansi pasal RKUHP. Ia mengatakan evaluasi terhadap RKUHP hanya dibatasi sampai pada penjelasan.
"Kami masih tetap, kami buka ruang penjelasan," ujar Arsul di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Baca Juga: SDM Unggul Bisa Dimulai dari Adab dan Akhlak
Arsul menegaskan Komisi III tidak setuju jika harus ada ayat yang dihapus dari pasal yang ada di RKUHP. Meski demikian, ia menyebut akan ada pembahasan terhadap 14 pasal kontroversial, namun hanya sebatas penjelasan agar tidak menjadi pasal karet.
"Yang dibahas adalah mengenai formulasi penjelasan untuk memastikan pasal itu tidak jadi pasal karet. Supaya ada pegangan bagi penegak hukum dalam penerapannya," kata dia.
Hal senada juga dikatakan oleh anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Ichsan Soelistio yang sepakat tidak akan membahas ulang seluruh pasal yang ada di RKUHP. Pasalnya, RUU ini sudah ditetapkan di tingkat pertama.
"Kalau buka pasal enggak bisa karena satu pasal dibuka semua dibuka. Perdebatannya sudah panjang, jadi tidak bisa dimulai lagi dari awal," ungkap Ichsan.
Beda pandangan dengan pemerintah
Sementara Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly memiliki pandangan berbeda. Ia menyebutkan akan membuka peluang untuk menghapus atau mengubah sejumlah pasal yang dianggap bermasalah di RKUHP.
"Iya, tapi yang kritis saja yang kita bahas. Kalau kamu suruh buka kembali sampai ke belakang, sampai hari raya kuda tidak akan sampai selesai itu," ujar Yasonna di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/11).
Yasonna lantas mencontohkan beberapa pasal yang akan dibahas, misalnya seperti pasal kohabitasi atau kumpul kebo. Ia menegaskan akan menghapus ketentuan yang memperbolehkan kepala desa menjadi pelapor atas izin orang tua. Ia mengatakan pelapor dibatasi pada orang tua saja.
"Pasal kohabitasi, perlu dari kepala desa, walaupun mesti izin orang tua, ya sudah bungkam saja. Orang tua saja supaya tidak jadi alat bancakan nanti," kata Yasonna
Namun ada pula beberapa pasal yang menurutnya tidak perlu dievaluasi seperti pasal mengenai unggas, gelandangan yang sempat ramai bisa menyasar pada perempuan yang pulang malam, dan aborsi.
Untuk pasal aborsi, politisi PDIP ini menyebut tidak lagi merujuk pada UU Kesehatan, tapi mengadopsinya ke dalam RKUHP.
"Soal perempuan keluar malam itu forget it. Untuk apa coba, yang lebih baik kita atur. Bergelandangan, dulu dihukum badan sekarang denda tapi kalau enggak mampu bayar, kita suruh sekolah, kerja sosial kan lebih baik," papar Yasonna.
Beda sikap sesama fraksi
Tak hanya berbeda pandangan dengan pemerintah saja, tapi perbedaan sikap juga terjadi di internal Komisi III DPR RI mengenai kelanjutan pembahasan RKUHP di periode 2019-2024.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi NasDem, Taufik Basari menyatakan pihaknya tetap menginginkan agar RKUHP dibahas ulang, khususnya yang menjadi kontroversi. "Sikap Nasdem kami ingin tetap dibuka lagi pembahasan RKUHP," tegas Taufik.
Taufik berasalan, fraksinya ingin adanya pembahasan ulang agar tidak pasal-pasal yang bertentangan dengan asas legalitas dan melahirkan pasal karet.
Adapun metode yang akan dilakukan NasDem, kata Taufik, adalah dengan melihat sinkronisasi asas di buku I RKUHP. Selanjutnya, dilakukan simulasi bagaimana penerapan pasal-pasal yang ada, khususnya pasal kontroversial.
Taufik mengaku sikap fraksinya bukan untuk tidak menghargai kerja keras Komisi III di periode lalu. Ia menegaskan NasDem hanya tak setuju jika undang-undang era kolonial ini justru menjadi lebih kolonial.
"Kami ingin menjaga agar semangat ingin mengubah produk kolonial jadi milik kita sendiri, tercapai tujuannya. Kalau kita biarkan, produk ini bisa lebih kolonial lagi," papar Taufik.
Sepaham dengan NasDem, anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS Nasir Djamil pun memiliki pandangan yang sama. Ia menyebut akan membuka peluang pembahasan yang tidak terbatas pada rumusan dan penjelasan, tapi hingga norma dan pasal.
Tak hanya itu, Nasir juga menyebut akan mengatisipasi agar RKUHP jika sudah disahkan tidak perlu diuji materi ke Mahkamah Konstitusi. Pasalnya, jika sampai terjadi apalagi dikabulkan oleh MK, maka terlihat adanya masalah dalam pembahasan oleh DPR.
"Kami ingin agar jangan sampai ada UU yang secara substansi itu bermasalah dengan konstitusi, menimbulkan ketidakpastian hukum. Kami pastikan tidak aja celah untuk itu," ujar Nasir.