Cerita Dokter di Pakistan: Dipukul Hingga Dipenjara karena COVID-19

| 09 Apr 2020 20:30
Cerita Dokter di Pakistan: Dipukul Hingga Dipenjara karena COVID-19
Sejumlah dokter yang protes karena APD minim malah dimasukkan ke penjara. (Twitter @Soumyadipta)
Jakarta, era.id - Seorang dokter bernama Amanullah di Pakistan mendapat perlakuan tak manusiawi dari pihak kepolisian di wilayah Balochistan. Ia dipukul, juga dihina. Aparat keamanan berkilah tindakan kekerasan itu sengaja diberikan untuk "garda terdepan lawan COVID-19" lantaran mereka mogok kerja.

Namun, menurut Amanullah, langkah ini --mogok kerja sementara-- diambil para dokter sebagai bentuk protes terkait minimnya alat pelindung diri (APD) di rumah sakit. 

Dari cerita Amanullah, sebanyak 60 dokter termasuk dirinya mendapat kekerasan dari aparat kepolisian. Mulai dari dipukul pakai tongkat, dipentung senapan AK-47, diseret dan dilempar ke dalam truk.

Bahkan setelah mendapat kekerasan, beberapa dokter dijebloskan ke penjara di Quetta, wilayah Balochistan. Meski akhirnya dibebaskan pada tengah malam di hari Selasa (7/4).

"Pada awalnya saya berpikir, bagaimana polisi dapat menggunakan kekerasan terhadap pejuang garis depan COVID-19 ketika beberapa hari yang lalu petugas yang sama memberi hormat kepada kami untuk memimpin selama pandemi?" kata Amanullah seperti dikutip dari The Guardian.

 

Di rumah sakit tempat Amanullah bertugas, sedikitnya 16 dokter termasuk kepala departemen kardio dinyatakan terinfeksi virus COVID-19. Mereka bingung sekaligus kewalahan menangani pasien yang terus bertambah. Sedangkan jumlah APD sangat minim.

Imbas dari minimnya APD dan ruang rawat menyebabkan pasien lain yang semula tidak tertular menjadi tertular virus korona. Bahkan tidak ada bangsal isolasi untuk para dokter yang terinfeksi.

"Ada banyak tekanan psikologis dan trauma, karena kami tidak tahu berapa banyak pasien yang telah kami tularkan dan akan menularkan. Karena itulah kami memutuskan untuk berbaris dan menuntut, bukan untuk diri kita sendiri, tapi untuk menyelamatkan nyawa banyak orang," lanjutnya.

Pakistan telah melaporkan 4.000 kasus COVID-19 hingga saat ini. Gerak lamban dari pemerintah membuat geram banyak pihak. Misalnya Younas Elahi yang berprofesi sebagai dokter di rumah sakit wilayah Quetta. Menurutnya, dokter yang bekerja tanpa APD sama saja dengan bunuh diri.

"Dokter bunuh diri di rumah sakit dengan merawat pasien tanpa APD. Mereka tidak memiliki peralatan yang aman. Di sisi lain, pemerintah melakukan kekerasan terhadap dokter," kata Elahi.

Perasaan sedih pun tak terbendung kala seorang pasien COVID-19 datang ke rumah sakit, tapi sang dokter tak bisa melakukan pemeriksaan. Bahkan menyentuh pasien pun tak bisa. Balochistan menjadi wilayah yang sangat butuh perhatian pemerintah selama pandemi COVID-19 berlangsung.

Institut Ilmu Kedokteran Pakistan di Isamabad yang menjadi salah satu rumah sakit rujukan terbesar pun tak dilengkapi dengan fasilitas yang memadai. Hanya ada 50 ventilator yang berfungsi. Jumlah yang amat sedikit untuk para pasien COVID-19.

Tags : covid-19
Rekomendasi