Belva Mundur, Bukan Berarti Polemik Kartu Prakerja Usai

| 22 Apr 2020 13:46
Belva Mundur, Bukan Berarti Polemik Kartu Prakerja Usai
Ilustrasi Kartu Prakerja. (Foto: setkab.go.id)
Jakarta, era.id - Mundurnya Adamas Belva Syah Devara dari jabatannya sebagai salah satu staf khusus presiden mendapat banyak apresiasi. Sebab, Belva dianggap bisa menjadi contoh milenial yang memiliki integritas dan bisa menghindari konflik kepentingan yang muncul ketika berada dalam posisi di pemerintahan.

Namun, bukan berarti polemik Kartu Prakerja tuntas dengan mundurnya Belva. Pengamat ekonomi Indef, Bhima Yudhistira mengatakan keterlibatan platform pelatihan digital di program Kartu Prakerja masih perlu ditelusuri.

"Masih perlu dilakukan penyidikan terkait MoU mitra pelaksana Kartu Prakerja yang dilakukan sebelum Peraturan teknis dikeluarkan pemerintah," ujar Bhima melalui keterangan tertulisnya, Rabu (22/4/2020).

Selain itu, Kartu Prakerja tidak menjawab persoalan krisis yang dihadapi, salah satunya adalah korban PHK lebih membutuhkan bantuan berupa uang tunai atau dibandingkan dengan pelatihan online yang notabene bisa didapatkan secara cuma-cuma melalui platfrom tak berbayar.

Menurutnya, dibandingkan memberikan pelatihan secara online, lebih baik pemerintah memberikan insentif gratis internet selama tiga hingga lima bulan kepada seluruh masyarakat Indonesia.

"Sehingga masyarakat bisa mengakses konten pelatihan serupa di Youtube dan platform gratis lainnya," kata Bhima.

Pemerintah menggelontorkan anggaran sebesar Rp5,6 triliuan dari total anggaran sebanyak Rp20 triliun hanya untuk program pelatihan di Kartu Prakerja yang selama pandemi COVID-19 ini ditargetkan akan menjangkau 5,6 juta orang.

Oleh karenanya, Bhima menyarankankan agar pemerintah membatalkan pendaftaran gelombang kedua untuk mencegah pemborosan anggaran. "Dan mengalihkan seluruh anggaran Kartu Prakerja agar berdampak langsung pada daya beli masyarakat yang terkena imbas COVID-19," kata Bhima.

Seperti diketahui, saat memegang jabatan sebagai staf khusus presiden, Belva juga masih menjabat sebagai CEO Ruangguru. Platform digital tersebut belakangan menjadi sorotan adanya konflik kepentingan lantaran terpilih sebagai salah satu mitra kerja untuk pengembangan kompetisi kerja di bawah Kementerian Koordinator bidang Perekonomian.

Selain Ruang Guru ada tujuh platform digital lainnya yang menjadi rekanan pelatihan program Kartu Prakerja. Namun, delapan mitra tersebut tidak jelas dipilih oleh siapa dan bagaimana proses pemilihannya.

Padahal kerja sama itu sudah berlangsung sejak akhir 2019, namun pemerintah baru mengeluarkan landasan hukum berupa kriteria menjadi mitra Kartu Prakerja pada tanggal 27 Maret 2020 melalui Permenko Perekonomian Nomor 3 Tahun 2020 dan pada tanggal 28 Februari 2020 melalui Perpres Nomor 36 Tahun 2020.

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) juga turut menyoroti kejanggalan tersebut. Mereka meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit anggaran Kartu Prakerja, terutama terkait penunjukan kemitraan dengan platform pelatihan.

"Jangan sampai ada yang memanfaatkan dana untuk mengambil keuntungan sendiri atau kelompok," ujar Wakil Ketua Hipmi Anggawira melalui keterangan tertulisnya, Senin (20/4).

Direktur Komunikasi Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja, Panji Winanteya Ruky membantah semua tuduhan yang menyebut program pelatihan di Kartu Prakerja tidak berguna dan pemborosan anggaran. Dia juga menampik jika biaya pelatihan diberikan kepada platform digital.

"Yang menerima bantuan itu adalah para peserta. Peserta beli dari lembaga pelatihan, bukan platform digital, mereka tidak menerima satu sen pun dari pemerintah," kata Panji dalam video telekonferensi, Senin (20/4).

 

Rekomendasi