"Produksi nasional hanya sekitar 10 persen saja. Selebihnya adalah impor. Yang diimpor adalah minyak ekaliptus yang memiliki kandungan sama dengan kayu putih (cajuput oil), yaitu euchaliptol 1,8 persen. Setiap tahun kita impor sekitar Rp 1 triliun," kata Viva saat dihubungi wartawan, Minggu (5/7/2020).
Ia menjelaskan selama ini produsen untuk membuat obat-obatan dan farmasi berbahan kayu putih masih bergantung pada impor dari China, India, dan lainnya. Karena itu, jika benar setelah melalui uji klinis dan secara keilmuan dapat dipertanggungjawabkan lalu pemerintah memproduksi kalung secara massal, bahan bakunya harus dari dalam negeri sendiri.
"Tidak dari impor," katanya.
Menurutnya, kementerian pertanian juga perlu kehati-hatian sebelum memproduksi kalung tersebut. Agar program tidak mubazir.
"Pertama, perlu uji klinis di lapangan (ex vitro) terhadap pasien yang sedang terserang penyakit Corona Virus Disease (Covid) 19. Karena pengujian secara in vitro memang efektif untuk gamma korona virus dan beta korona virus," kata Viva
Ia menjelaskan virus merupakan makhluk yang cerdas karena dapat membuat serotype baru. Sehingga tentu harus menguasai betul ilmu tentang virus (virologi) sebelum memproduksi obat virus secara massal.