ERA.id - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI kembali membahas Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga dengan agenda rapat pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsep. Namun, sejumlah fraksi masih mengritik urgensi RUU tersebut meskipun para pengusul telah memaparkan substansinya.
Anggota Fraksi Golkar Nurul Arifin mengritik banyak pasal di RUU Ketahanan Kaluarga yang tidak konsiten. Selain itu dia juga mempertanyakan sampai sejauh mana negara ikut campur dalam masalah keluarga.
"Katanya negara disuruh untuk membuat keluarga sebagai unit terkecil di dalam negara itu menjadi kuat, dia harus memenuhi kebutuhan pangan, sandang, gizi, tempat pendidikan, kesehatan, dan rasa aman. Ini sangat sempurna sekali, perfect, tapi pertanyaannya apa ya bisa semua orang ini sesempurna ini. Apa ya semua orang itu bisa memiliki dan mencukupi kebutuhan sandang, pangan, papan? Kan beda-beda," kata Nurul di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/9/2020).
Nurul menilai RUU Ketahanan Keluarga ini berlebihan. Dia lantas mempertanyakan mengapa persoalan keluarga harus diatur dalam sebuah UU.
"Banyak hal yang sesungguhnya secara pribadi dan mewakili banyak orang, bahwa ini too much. Saya tidak tahu apa sih yang sebetulnya menjadi kegelisahan sehingga ini harus ada di dalam satu UU? Kalau memang ada langgaran pidana, ada UU KUHP. Kalau memang ada penelantaran terhadap anak, ya ada juga UU-nya," kata Nurul.
Sementara Anggota Fraksi Gerindra Hendrik Lewerissa menilai RUU Ketahanan Keluarga ini terlalu jauh mencampuri urusan privasi warga negaranya. Menurutnya, tanggung jawab negara hanya sebatas aspek publik, bukan privat. Dia juga menilai, pemerintah akan kewalahan jika nantinya RUU tersebut disahkan. "Mengurus urusan publik yang merupakan kewenangan pemerintah dan negara saja, pemerintah kewalahan. Apalagi kalau pemerintah harus masuk lebih jauh lagi mencampuri urusan privat keluarga," tegasnya.
Senada, anggota DPR RI Fraksi NasDem Taufik Basari juga menilai RUU Ketahanan Keluarga membuat negara masuk terlalu jauh dalam kehidupan sebuah keluarga. Padahal, menurutnya, setiap keluarga punya kemandirian masing-masing.
Taufik mengatakan, batasan intervensi negara dalam urusan keluarga jika misalnya terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Namun akan menjadi masalah bila negara menerabas batasan tersebut, dan membuat negara bisa mengatur semuanya.
Sebelumnya, salah satu pengusul RUU Ketahanan, Netty Prasetyani dari Fraksi PKS mengatakan, keluarga sebagai unit terkecil di masyarakat perlu diatur sebagai salah satu aset utama dalam proses pembangunan nasional.
Menurutnya, pemerintah harus melindungi keluarga dari kerentanan dan menjadikan keluarga sebagai basis pembuatan kebijakan publik. "Kalau tiap keluarga mampu membangun imunitas, membangun antibodi, terhadap tiap peta jalan dan siklus ujian yang dihadapi, maka modal ketahanan keluarga itu yang akan jadi pilar ketahanan nasional," ujar Netty.