Bahas RUU Ketahanan Keluarga, Nurul Arifin: Kesannya 'Banci'

| 12 Nov 2020 17:19
Bahas RUU Ketahanan Keluarga, Nurul Arifin: Kesannya 'Banci'
Ilustrasi Baleg (Gabriella Thesa/era.id)

ERA.id - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga tetap menuai kritik dari sejumlah anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. RUU tersebut dinilai terlalu mencampuri privasi rumah tangga, hingga disebut banci.

Anggota Baleg DPR RI Fraksi Golkar Nurul Arifin mengaku RUU Ketahanan Keluarga berpotensi memecah belah bangsa ketimbang menjadi pemersatu bangsa. Nurul juga menyebut ada kesan banci dalam RUU Ketahanan Keluarga.

"Juga ada kesan banci ya dalam struktur yang ditawarkan dalam RUU ini. Karena berbicara tentang BKKBN tapi juga menyebutkan PLKK (Pusat Layanan Ketahanan Keluarga). Ini kan buat saya jadi, apa ya, enggak ajeg juga," ujar Nurul dalam Rapat Baleg DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/11/2020).

Nurul mengatakan, dia setuju jika harus memperkuat peran BKKBN. Tapi yang mengganjal adalah RUU Ketahanan Keluarga ingin mengatur hingga peran terkecil dari masyaranat untuk mencampuri urusan rumah tangga orang lain.

"Saya tidak mengerti sungguh-sungguh cara berpikirnya itu seperti apa, kok malah mengurusi hal-hal yang sangat pribadi," kata Nurul.

Senada, anggota Baleg DPR Fraksi PDIP My Esti Wijayati juga menyebut RUU Ketahanan Keluarga terlalu mencampuri urusan rumah tangga. Menurutnya, ada hal-hal dalam rumah tangga yang tidak bisa diatur dalam undang-undang.

Dia khawatir RUU Ketahanan Keluarga justru menimbulkan perpecahan dan ketidaknyamanan dalam keluarga.

"Sesuatu yang sudah terbangun di republik yang bernegara. Berideologi pancasila menimbulkan perpecahan atau bahkan ketidaknyamanan di dalam keluarga, atas nama harus satu agama, misalnya. Karena bicaranya harus harmonis dalam keluarga, yang saya tangkap di RUU ini kemudian harus sama. Ini yang berbahaya," kata MY Esti.

Karena itu, dia menganggap RUU Ketahanan Keluarga masih tak ideal dan harus dikaji kembali. Sebab berbahaya jika terus dibahas.

"Saya menganggap RUU ini harus dikaji kembali. RUU ini tidak ideal kalau kita menganggap harus diurus oleh negara karena itu bersifat persoalan keluarga," pungkasnya.

Tags : dpr
Rekomendasi