Ali mengatakan maksud dari pasal tersebut untuk menjaga marwah perempuan sebagai ibu yang bertanggung jawab penuh terhadap tumbuh kembang anak.
"Bisa saja perspektif-perspektif itu terjadi, saya tidak menyalahkan itu. Yang paling penting adalah hak asuh anak, intensitas ketemu sosok seorang anak dengan orang tuanya berapa lama sih?" kata Ali di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2/2020).
Politikus PAN ini lantas membeberkan fakta versinya yang menyebutkan saat ini banyak anak yang terabaikan karena kesibukan kedua orangtuanya, khususnya seorang ibu yang bekerja di luar mengurus urusan domestik alias rumah tangga. Akibatnya, intensitas pertemuan ibu dan anak menjadi berkurang.
Meski demikian, anggota komisi agama di DPR ini mengaku tak melarang seorang perempuan bekerja atau aktivitas lain di luar urusan rumah tangga. Dia pun memberi solusi bagi para ibu pekerja agar menitipkan anaknya di tempat penitipan anak.
Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga
Namun politisi PAN ini tetap menekankan bahwa mengurus anak adalah tanggung jawab penuh seorang ibu. Hal itu berdasarkan rujukan dari Undang-Udang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Pengasuh anak di rumah yang menjadi tanggung jawab ibu itu lho Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 terkait dengan persoalan perkawinan hak asasi kepada ibu, Bapak adalah kepala rumah tangga. Ibu adalah ibu rumah tangga. Jelas itu," tegas Ali.
Lebih lanjut, Ali menekankan Pasal 23 Ayat 3 tentang Kewajiban Istri dalam draf RUU Ketahanan Keluarga semata-mata untuk menyelamatkan generasi muda.
Dia mengatakan, jangan lantas hal ini dihubung-hubungkan dengan masalah gender, apalagi sampai dianggap mendiskriminasi perempuan. Sebab menurutnya, kebahagian sebuah keluarga terletak pada peran istri.
"Ibu yang memiliki hak asuh terhadap anak ketika tumbuh kembang. Harus dilihat jangan 'oh itu persoalan gender', enggak ini bukan persoalan gender. Ini persoalan anak," tegasnya.
Sejak beredarnya draft RUU Ketahanan Keluarga, banyak protes yang dilayangkan publik kepada DPR. Sebab dianggap negara terlalu ikur campur urusan privasi warganya.
Bahrul Fuad, salah satu Komisioner Komnas Perempuan, menilai RUU Ketahanan Keluarga ini memuat cara pandang yang sangat patriarki. Padahal saat ini, banyak masyarakat yang sedang mendorong terjadinya gender equality atau kesetaraan gander.
“Ini kan yang diadopsi konsep-konsep patriarki, dalam draf itu juga seakan-akan ada dometikalisasi terhadap peran perempuan, yang sebenarnya kita dorong terwujudnya kesetaraan, bukan domestikalisasi,” kata Fuad.