Jakarta, era.id - Pemerintah Korea Selatan mendukung penuh persebaran gelombang budaya Korea (Hallyu). Sejak 1994, Korea Selatan bersaing dalam bidang budaya dan ekonomi di kancah global untuk melawan hegemoni budaya Barat dan westernisasi yang dilakukan Amerika Serikat.
Korea Selatan salah satu negara di dunia yang menjadikan seni dan budaya sebagai komoditas ekspor. Sejak saat itu, mereka serius untuk menggarap bidang ini untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi baru. Saat ini, komoditas ini tenar dengan istilah K-Pop.
Pada 2014, Negeri Ginseng bahkan menganggarkan hampir 5,2 miliar dolar AS untuk bidang ini atau sekitar 1,4 persen dari total anggaran nasional. Tiga tahun berselang, angka itu kembali meningkat hingga 7,5 miliar dolar AS, sekitar dua persen total anggaran nasional.
(Infografis/era.id)
Indonesia ternyata punya visi yang sama dengan Korea Selatan. Entah berguru atau melihat potensi yang ada, Pemerintah Indonesia pun membentuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) pada 2015. Badan ini yang bertugas mendukung ekonomi kreatif sebagai penyumbang produk domestik bruto (PDB).
Tapi, Bekraf ini tidak hanya melihat potensi di bidang kebudayaan dan kesenian saja. Dia juga melihat sektor ekonomi kreatif yang dibuat anak-anak muda Indonesia. Ada 16 subsektor yang dibidangi Bekraf. Di antaranya, aplikasi dan pengembang permainan, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, fashion, film, animasi dan video, fotografi, kriya, kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, televisi dan radio.
Dilihat dari besarnya peluang dan potensi tadi, pemerintah pun berharap ekonomi kreatif dapat menjadi kekuatan baru ekonomi nasional. Di tahun 2017, Bekraf mendapatkan sokongan dana operasional dari pemerintah sebesar 746 miliar rupiah.
Baca Juga : Menyelami Budaya Instan dalam Industri Hiburan
Hasil survei khusus ekonomi kreatif yang dilakukan Bekraf dan BPS, tahun 2015 ekonomi kreatif berhasil menciptakan PDB ekonomi kreatif sebesar 852 triliun rupiah. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 4,38 persen dibandingkan tahun 2014, secara signifikan ekonomi kreatif berhasil menyumbang sebesar 7,38 persen dari total perekonomian nasional.
Sampai saat ini kontribusi terbesar PDB ekonomi kreatif ada di subsektor kuliner sebanyak 41,69 persen, subsektor yang mendominasi lainnya seperti fashion sebanyak 18,15 persen dan kriya sebanyak 15,70 persen.
Selain itu, ada empat subsektor lainnya mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan pada tahun 2015, dilihat dari persenannya, desain komunikasi visual mengalami pertumbuhan sebanyak 10,28 persen, subsektor musik sebanyak 7,26 persen, animasi video 6,68 persen dan arsitektur sebanyak 6,62 persen.
Geliat ekonomi kreatif juga menyasar pasar internasional, namun hanya beberapa subsektor yang berhasil mendominasi nilai ekspor. Di antaranya subsektor fashion yang mendominasi ekspor ekonomi kreatif sebanyak 56 persen, sedangkan kuliner hanya 6 persen dan kriya sebanyak 37 persen.
(Infografis/era.id)
Kepala Bekraf Triawan Munaf punya cita-cita Indonesia bisa seperti Korea Selatan. Dia pun sudah mempelajari strategi Korea dalam menciptakan K-Pop. Karenanya, dia optimistis Indonesia bisa lebih maju dari Korea Selatan.
"Tunggu tanggal mainnya. Kita sudah banyak belajar. Korea itu homogen dan mereka sadar bahwa mereka tidak punya sumber daya alam. Jadi kita harus lebih ulet lagi, jangan bermanja dengan sumber daya alam dan kita memang lebih lambat tapi kita bisa lebih besar. Tidak seperti Korea yang 60 juta orang kita 260 juta orang, dengan musik beda, kuliner beda dan ini tantangan yang memang harus kita hadapi," kata Kepala Bekraf Triawan Munaf saat berbincang dengan era.id beberapa waktu lalu.
Baca Juga : Si Artis Viral yang Terkenal dan Tanggal
Khusus industri musik, Triawan tidak menepis dianggap kesulitan. Apalagi, selama ini, kata Triawan, industri musik di Indonesia tidak diperhatikan ekosistem dan regulasinya. Sehingga tidak ada keberpihakan kepada pelaku musik termasuk para pencipta lagu.
Ditambah lagi, sambungnya, adanya perubahan model bisnis di luar negeri di dunia dalam mengkonsumsi musik. Ini semakin menyulitkan para pencipta musik pencipta lagu di Indonesia untuk bisa meraup kesejahteraan, income revenue dari hasil karyanya.
Triawan pun mengatakan sudah menciptakan sistem yang disebut Project Porta Mento. Dengan sistem ini, pencipta lagu sudah bisa mendaftarkan lagunya secara komprehensif dan detail sehingga pada saat ciptaannya dipakai di mana pun juga, dikonsumsi, digunakan dimanfaatkan oleh orang lain otomatis dia akan mendapatkan penghargaannya.
"Untuk menuju ini harus banyak bekerja sama dengan kelembagaan lain kementerian lain dan juga dengan luar negeri dan yang tidak mudah. Tapi sistem ini sedang kami kaji, siapkan. Tidak bisa cepat karena melibatkan banyak pihak," katanya.
Baca Juga : Melesat Cepat, Bubar dalam Waktu Singkat
"Mereka harus mendaftarkan lagunya mendaftarkan ciptaannya supaya dapat ditangkap oleh sistem. Sehingga pada saat dikonsumsi di YouTube, spotify, iTunes, dipakai di restoran dikerjasamakan dengan UMKM, itu akan menjadi income untuk mereka," kata dia.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas ini? Triawan pun menjanjikan ini bisa kelar dalam waktu dua tahun. Cuma, kata dia, kewenangan Bekraf harus diperbesar juga.
"K-Pop sudah masuk kementerian, Bekraf? Skala bisa dibesarkan, (kalau) anggaran bisa dibesarkan," terang Triawan.