6,7 Juta WNI Terancam Gagal Memilih

| 28 Mar 2018 08:14
6,7 Juta WNI Terancam Gagal Memilih
Ilustrasi (era.id)
Jakarta, era.id – Menjelang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, sebanyak 6,7 juta warga negara Indonesia belum memiliki e-KTP. Artinya, 6,7 juta orang tadi terancam tidak bisa menyalurkan hak suaranya. Sebab, e-KTP merupakan salah satu syarat menjadi pemilih sesuai dengan Undang-undang nomor 10 tahun 2016.

Pemerintah mengklaim bakal menganggap ini serius. Penyelenggara pemilu bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sebagai pihak pengadaan e-KTP, juga berkomitmen mengebut pengerjaan e-KTP bagi yang belum punya. 

Kalau tidak keburu punya e-KTP,  Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kemendagri bakalan mengeluarkan surat keterangan (Suket) sebagai pengganti persyaratan e-KTP supaya masyarakat bisa memilih. Tapi, jika seseorang tidak memiliki e-KTP sekaligus Suket, ia akan dicoret dari Daftar Pemilih Tetap (DPT).

"Apabila ada pemilih masuk dalam daftar pemilih sementara kemudian ternyata dia tidak punya KTP elektronik atau Suket, pemilih tersebut akan dicoret atau dikeluarkan dari daftar pemilu, dia tidak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)," kata Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan, di gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/3/2018).

(Infografis/era.id)

Ditemui di tempat terpisah, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mengatakan, Bawaslu berharap pemerintah supaya percepatan proses pengadaan e-KTP ini betul-betul diseriusi. Apalagi, penyelenggaraan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 semakin dekat.

“Saya kira basic untuk bsa menjemput bola kepada masyarakat yang belum melakukan perekaman e-KTP kami harapkan saat ini bisa maju terus. Kalau seandainya jadwal rekam e-KTP Senin sampai Jumat, harus bisa ditambah proses cetak massal bisa berjalan lancar,” ujar Abhan di kantor Bawaslu, Menteng, Jakarta Pusat.

Namun demikian, komitmen pemerintah untuk mengebut pengerjaan e-KTP ini, tak dibarengi dengan adanya waktu yang longgar. Waktu pelaksanaan pilkada serentak hanya tersisa tiga bulan lagi, sedangkan untuk mengerjakan 6,7 juta e-KTP yang belum selesai, membutuhkan waktu yang panjang. Sebab, proses perekaman data, pencetakan, hingga pendistribusian ke daerah-daerah tidak bisa dilakukan dengan kilat.

Baca Juga : Rahasia di Balik Desain Surat Suara

Adanya posko pengaduan pilkada dan pemilu buatan Bawaslu yang fungsinya untuk menampung aduan masyarakat--terkait hal-hal yang terjadi selama proses pilkada dan pemilu berlangsung termasuk untuk mengatasi persoalan masyarakat yang belum memiliki e-KTP-- dirasa bukan solusi yang paling efektif.

Karenanya, baik Viryan maupun Abhan, hanya bisa berharap pada pemerintah untuk merampungkan proyek pengadaan e-KTP yang bermasalah akibat pengerjaannya tersandung kasus megakorupsi ini.

Proyek dengan total anggaran Rp5,7 triliun itu telah dikerjakan sejak Februari 2010. Tapi, tahun 2017, terungkap proyek ini dikorupsi oleh sejumlah pihak mulai dari anggota DPR, pengusaha terkait, hingga pejabat Kemendagri. Total dana yang dikorupsi mencapai Rp2,3 triliun.

Rekomendasi