"Kita paham pilkada langsung diusulkan saat era reformasi, tujuannya masyarakat bisa memilih pemimpinnya secara langsung. Tetapi setelah 20 tahun kita juga lihat ada dampak negatif dari pilkada langsung ini," kata Tito, seperti dikutip Antara di Yogyakarta, Sabtu (31/3/2018).
Kapolri menyampaikan harapan itu saat memberikan pidato kunci dalam peluncuran buku dan seminar nasional "Realitas dan Tantangan Konstitusionalisme HAM di Tahun Politik" di Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta,
Tito berharap pemerintah bersama akademisi dan LSM melakukan evaluasi serta kajian akademik mengenai pilkada langsung. Bahkan dia mengaku sudah menyiapkan tim untuk mengevaluasinya.
"Kalau lebih banyak manfaatnya silakan jalan terus. Tetapi kalau dampak negatifnya lebih banyak cari solusi yang lain," ujar Tito.
Mantan Kepala BNPT itu mengakui pilkada langsung melebarkan ruang demokrasi serta hak untuk dipilih dan memilih. Namun menurut Tito, tidak dapat dibantah pilkada langsung juga menciptakan polarisasi di tengah-tengah masyarakat.
"Suka atau tidak suka kita sudah membelah masyarakat dan setiap keterbelahan itu kalau tidak dikontrol akan menimbulkan konflik," kata dia.
Baca Juga : Empat Pemicu Konflik Pilkada
Selain itu, Tito menilai pilkada langsung juga mendorong banyak kepala daerah melakukan segala cara untuk menang. Mengkhawatirkan jika cara yang digunakan adalah kampanye hitam karena faktanya banyak yang hanya siap menang dan tidak siap kalah.
Lebih dari itu, menurut Tito, pilkada langsung juga berkontribusi besar terhadap demokrasi berbiaya tinggi yang memicu tindak pidana korupsi.
"Saya tidak mengatakan bahwa sistem pemilihan langsung itu buruk, tetapi memang ada dampak positif dan ada pula hal-hal negatif," kata dia.