Buat Kongres AS, kehadiran Zuckerberg amat penting untuk mengungkap kasus yang mungkin saja menjadi salah satu skandal besar dalam kancah perpolitikan AS.
Cambridge Analytica, perusahaan konsultan politik yang terlibat dalam kasus ini, kabarnya memanfaatkan data pengguna Facebook itu untuk pemenangan Presiden Donald Trump dalam Pilpres AS 2016.
Secara khusus, partai politik (parpol) pengusung Trump, Partai Republik menganggap kehadiran Zuckerberg sebagai hal yang sangat penting. Setidaknya, keterangan Trump dapat menjelaskan hal-hal terkait berbagai tudingan terhadap pemenangan Trump.
Selain itu, secara umum, Partai Republik beranggapan, masyarakat berhak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada data-data pribadi mereka, para pengguna Facebook yang ketika membuat akun diwajibkan mencantumkan data pribadi mereka.
Baca Juga : Zuckerberg Siap Hadapi Kongres AS
"Acara dengar pendapat ini akan menjadi kesempatan penting untuk mengungkap masalah kerahasiaan data konsumen yang sangat penting dan membantu seluruh masyarakat AS untuk memahami apa yang terjadi dengan informasi pribadi mereka dalam jaringan," tutur Ketua Panel Partai Republik, Greg Walden sebagaimana dilansir Antara, Kamis (5/4/2018).
Baca Juga : Data-data Digital yang Diperjualbelikan
Infografis "Ke mana Data Kita?" (era.id)
Desakan untuk siapkan langkah antisipasi
Sejak terbongkarnya kasus ini, desakan buat Facebook memperbaiki sistem keamanannya disuarakan berbagai pihak, termasuk lembaga-lembaga intelijen AS yang mencium adanya upaya dari Rusia untuk mencampuri pemilihan anggota Kongres AS pada 2018.
Informasi intelijen AS ini bukan omong kosong belaka. Sebab, pada Februari 2018, 13 warga negara Rusia dijatuhi hukuman karena menggunakan Facebook dan laman-laman media sosial lainnya buat mencampuri pemilihan Presiden AS lewat penyebaran propaganda.
Selasa (3/4), Facebook mengumumkan bahwa pihaknya telah menghapus ratusan akun dan halaman yang berkaitan dengan Badan Penelitian Internet yang berpusat di Rusia, termasuk unggahan-unggahan para pegiat politik palsu dalam kampanye pemilihan AS 2016.