Anak-anak itu, kata Reza, dilindungi dengan Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak yang poinnya adalah menitik beratkan kesalahan kepada oknum yang menyuruh sang anak untuk berbuat kekerasan.
"Pasal 76C UU Perlindungan Anak melarang siapa pun menyuruh anak melakukan kekerasan. Bertemu pasal 15 UU yang sama, salah satu hak anak adalah bebas dari perlibatan dalam aksi kekerasan," kata Reza kepada era.id, Selasa (15/5/2018).
Reza menambahkan, kendati anak-anak tersebut dipakaikan rompi bahan peledak, mereka adalah pihak yang diajak atau dilibatkan oleh orang lain untuk melakukan aksi kekerasan. Sehingga dapat dikatakan mereka tengah dirampas hak-haknya.
Baca Juga : China Siap Perkuat Kerja Sama Perangi Terorisme?
(Infografis/era.id)
"Anak-anak tersebut merupakan korban dan karena pihak yang mengajak atau melibatkan anak-anak itu dalam kekerasan adalah orang tua mereka sendiri, maka orang tua tersebut--jika masih hidup--harus dijatuhi pemberatan hukuman," tegas Reza.
Baca Juga : Teroris Selalu Gagal di Indonesia
Oleh karena itu, Reza mengimbau kepada masyarakat dan penegak hukum untuk menjauhkan anak-anak dari dugaan sebagai pelaku. Menurutnya, anak-anak tersebut hanyalah korban dari ambisi orang tua mereka. "Masyarakat awam, apalagi otoritas penegakan hukum, perlu ngeh akan hal ini," imbuhnya.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah Jawa Timur menyebutkan korban tewas dalam teror bom di Surabaya dan Sidoarjo pada Minggu (13/5) dan Senin (14/5) berjumlah 28 orang, baik pelaku, petugas kepolisian, maupun masyarakat.
Jumlah korban luka-luka dalam aksi terorisme tersebut sebanyak 57 orang, termasuk anggota keluarga yang diduga menjadi pelaku pengeboman.
Baca Juga : Dalam 14 Jam, Tim Densus Tangkap 9 Terduga Teroris
(Infografis/era.id)