ERA.id - Akademisi Universitas Indonesia, Ade Armando mengkritik sikap sahabatnya yang juga pegiat media sosial, Permadi Arya alias Abu Janda karena dianggap rasis kepada bangsa Arab.
Hal itu bermula dari kritik Abu Janda soal ceramah Khalid Basalamah terkait wayang haram. Dalam video yang diunggah di akun Instagramnya, Abu Janda dianggap rasis karena menghina bangsa Arab.
"Abu janda adalah kawan saya. Saya selalu melihat dia sebagai pejuang keberagaman. Namun, kali ini saya rasa dia offside, terutama soal Arab," kata Ade Armando, dilansir dari kanal YouTube Cokto TV, Kamis (17/2/2022).
Ade Armando menilai bahwa yang disampaikannya terkait Khalid Basalamah malah menjadi rasis. Sebab ia seakan mengeneralisir etis Arab. Padahal kasus tersebut tak ada kaitannya dengan etnis maupun agama tertentu.
"Kok semua orang Arab jadi disalahkan. Di awal (video) Abu Janda bilang begini, 'buat ustaz bermuka imigran'," jelas Ade.
Ade menyebut dirinya sepakat dengan Abu Janda soal Khalid Basalamah minim literasi sejarah. Sebab salah satu metode dakwah yang digunakan Wali Songo untuk menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa adalah lewat media wayang.
Namun, Ade Armando tak sepakat dengan pernyataan Abu Janda yang menyebut, 'Kalian itu pendatang dari Arab. Setop injak-injak marwah leluhur bangsa. Enak sekali bilang (wayang) dimusnahkan. Lama-lama bangsa kau yang dimusnahkan'.
Ade menyebut bahwa argumen Abu Janda terdengar rasis. Sebab hal ini bukan persoalan Arab apalagi cara beragama. Ia lantas mencontohkan bahwa Nabi Muhammad merupakan bangsa Arab.
"Bantahan paling gampangnya adalah Nabi Muhammad sendiri adalah Arab. Para pemikir, para filsuf, para sarjana muslim yang menyebarkan ajaran Islam yang pluralis juga banyak dari Arab. Misalnya, Quraish Shihab, Haidar Bagir, Haidar Alwi, Nadiem Makarim yang sangat
plural itu adalah Arab," kata dia.
Jadi, lanjut Ade, menyebut Arab dan kesempitan beragama dalam satu tarikan nafas adalah sebuah kesalahan serius. Penyudutan Arab seperti yang dilakukan Abu Janda sama sekali tidak menguntungkan buat perjuangan keberagaman di Indonesia. Salah satu persoalan besar Indonesia adalah bagaimana menjadikan bangsa ini menerima keberagaman sebagai berkah yang harus disyukuri.
Wahabisasi bukan Arabisasi
Ade mengatakan bahwa seorang seperti Khalid Basalamah menjadi sepicik itu bukan karena dia Arab. Melainkan karena paham wahabi yang diyakini. Ia menjelaskan bahwa kepicikan bergama itu berkembang di Indonesia sejak tahun 1981. Hal itu diduga karena pengaruh kampanye Wahabi dari Arab Saudi (sebagai bentuk pemerintahan kerajaan) bukan etnis Arab.
Pemerintah Saudi menyebarkan paham Wahabi tersebut bukan karena alasan agama. Pada tahun 1980 Arab Saudi sedang panik karena
kebangkitan revolusi Iran. Mereka takut dunia islam akan berkiblat kepada Iran.
"Karena itulah Saudi mengucurkan dana berlimpah untuk menanamkan paham keagamaan Islam yang berorientasi pada ajaran Wahabi ke seluruh dunia," kata Ade.
"Ini memang terlihat sebagai arabisasi, padahal sesungguhnya ini adalah wahabisasi dan kampanye Saudi ini pun didukung negara-negara barat yang juga takut pada kebangkitan Iran," tambah dia.
Kini, lanjut Ade, sekitar 40 tahun kemudian dampaknya terlihat secara nyata di Indonesia. Ironisnya pada saat Saudi sekarang mulai menjelma menjadi lebih liberal, efek dari kampanye Wahabi masih kuat terasa di Indonesia.
"Jadi orang seperti Khalid Basalamah ini jangan dilihat sebagai perwakilan Islam, bukan perwakilan Arab, dan bukan perwakilan arab-islam," ujar Ade.
"Karena itu saya menyarankan kita semua jangan terus menyudutkan Arab. Sikap itu bukan saja rasis, tapi menunjukkan kegagalan kita memahami sumber masalah," pungkas dia.
Kami juga pernah menulis soal 'Kenapa Nggak Ada yang Haramin Imlek seperti Natal', Abu Janda Beri Jawaban Telak: Karena Ada Bagi-Bagi Angpau.. Kamu bisa baca di sini
Kalo kamu tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya!