Mempertanyakan Penggalangan Dana Politik Prabowo

| 23 Jun 2018 09:30
Mempertanyakan Penggalangan Dana Politik Prabowo
Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto (Sumber: Facebook/Prabowo Subianto)
Jakarta, era.id - Partai Gerindra melakukan penggalangan dana atau crowdfunding untuk mendukung langkah mereka dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019 mendatang. Partai Gerindra sadar, butuh duit banyak untuk memuluskan langkah mereka.

Gerakan penggalangan dana itu diumumkan langsung oleh ketua umum mereka, Prabowo Subianto. Lewat sebuah video yang diunggah di akun Facebooknya, Prabowo bicara panjang lebar tentang pandangannya, termasuk soal ongkos politik yang mahal dan sistem pemilu yang begitu money oriented.

Prabowo bilang, Indonesia telah memilih jalur demokrasi sebagai jalan berbangsa dan bernegara. Artinya, seluruh kebijakan publik yang ditetapkan pemerintah menjadi sebuah keputusan politik yang dampaknya bakal besar bagi kehidupan seluruh rakyat.

Nah, hal itu juga yang jadi pertimbangan Partai Gerindra untuk melakukan penggalangan dana. Partai Gerindra ingin seluruh rakyat --atau seenggaknya pendukung mereka-- untuk terlibat langsung dalam perjuangan partai berlambang kepala garuda itu menuju kekuasaan.

"Jalan demokrasi Indonesia semakin dirasa melenceng dari pemikiran pendiri bangsa kita dan mengarah ke dalam liberalisasi demokrasi. Calon pemimpin dan partai politik dihadapkan pada proses demokrasi biaya tinggi, sehingga hanya pihak yang memiliki modal besar dan atau didukung oleh pemilik modal besar lah yang akan menang," tutur Prabowo.

Demokrasi liberal ini, kata Prabowo jadi salah satu penyebab banyaknya pemimpin di berbagai level pemerintahan, dari tingkat desa hingga provinsi terjerat kasus korupsi serta persekongkolan jahat lantaran tersandera kepentingan pemilik modal.

Politik balas budi itulah yang kata Prabowo coba dihindari oleh Partai Gerindra. "Politik balas budi yang mengakibatkan seorang pemimpin negeri ini tersandera oleh kepentingan pengusaha besar, taipan, bandar, dan cukong harus segera kita hentikan," katanya.

Netizen berkata

Video yang diunggah Prabowo pun langsung dibanjiri komentar netizen. Prabowo dan Partai Gerindra barangkali bisa tersenyum melihat banyaknya komentar bernada dukungan yang dilontarkan netizen.

Akun Facebook bernama Boykhe Pranata Sinuhaji misalnya, yang menulis, "bagi yang mendukung perjuangan Pak Prabowo tolong disumbang ya. Silahkan membaca tata cara menyumbang yang baik dan benar. Beliau merupakan 'Orang Kaya' yang butuh uluran tangan kita demi mewujudkan Ambisinya menjadi Presiden."

Ada dukungan, tentu ada juga yang mencemooh. Akun Dipati Teguh misalnya, yang menulis, "Katanya rakyat miskin, katanya ekonomi lemah, katanya banyak rakyat yg kelaparan. Ko begitu untuk kepentingan pribadinya, ko masih mau ngemis sama rakyat.. Hahahahahahahahaha.. Malu maluin aja lo mah wo. Gerindra payah."

Selain dukungan dan cemoohan, sejumlah netizen lain berlaku lebih kritis. Mereka melontarkan berbagai pertanyaan kepada Prabowo. Ada yang serius, ada juga yang sedikit nyeleneh. 

Akun Abraham Ander misalnya, yang malah menyuruh Prabowo menjual kuda-kudanya yang terkenal mahal. "Jual aja tuh kuda2. Jgn ngemis lagi ke rakyat. Jgn fitnah hanya utk cari recehan..."

Netizen lain, Sarjiman Adi Nagoro menyebut retorika Prabowo begitu bagus. Namun, Sarjiman mengingatkan Prabowo untuk enggak melupakan rakyat yang telah membantunya andai terpilih jadi presiden kelak.

"Retorikanya bagus, tapi di banyak kasus, ketika mau nyalon ngemis2 minta dukungan bahkan donasi dari rakyat miskin, tp begitu sudah menjabat lupa bantuan itu, namanya jg bantuan, mereka berkilah tidak wajib alias sukarela dan tidak mengikat, jd tdk bs ditagih."

Ilustrasi "Jenderal Berkuda Kembali Maju" (era.id)

Dompet tipis, cing!

Partai Gerindra sendiri sejatinya sudah mengakui bahwa partainya kekurangan duit buat memenuhi kebutuhan logistik dalam pembiayaan Pemilu 2019. Makanya, jalan galang dana pun mereka pilih.

"Jujur saja bahwa perjuangan yang besar, perjuangan yang berat memerlukan dana perjuangan yang besar. Kemampuan kami untuk membiayai perjuangan ini terbatas, sumber dana kami juga terbatas. Sementara biaya politik yang harus kami tanggung tidak kecil," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Terkait banyaknya cemoohan yang ditujukan kepada Partai Gerindra, Muzani mengaku santai. Dia bilang, sikap Partai Gerindra justru merupakan bentuk keterbukaan mereka kepada rakyat. "Tapi saya kira apa yg dilakukan oleh Pak Prabowo adalah sebuah kejujuran, sebuah keadaan yg mengambarkan apa adanya tentang posisi beliau saat ini," ucapnya.

Kata Muzani, Partai Gerindra sendiri belum menargetkan jumlah dana kebutuhan untuk Pilpres 2019. Tapi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebenarnya telah memperkirakan jumlah TPS dalam Pemilu 2019 nanti membengkak, dari 600 ribu jadi 900 ribu.

Hal itu tentu bakal berdampak pada meningkatnya biaya politik tiap-tiap calon, terutama untuk pembiayaan saksi. "Kalau satu TPS itu dua orang, saksi legislatif dan saksi pilpres itu berarti kita harus menggalang 1.800 orang," katanya.

Mahalnya biaya pemilu

Memang, biaya politik itu mahal banget. Untuk anggaran Pilkada 2018 saja, negara harus menyediakan dana seenggaknya Rp11,4 triliun. Kalau untuk Pilpres 2019 mendatang, belum ketahuan sih berapa biayanya. Tapi, sebagai gambaran saja, bahwa pada Pilpres 2014 lalu, negara harus mengeluarkan dana sekitar Rp79 triliun.

Nah, jumlah duit di atas itu adalah biaya yang dibebankan pada negara untuk menggelar pemilu. Lalu, bagaimana dengan Prabowo Subianto, Joko Widodo (Jokowi) dan partai politik pendukung mereka? Berapa biaya yang harus mereka keluarkan? Jawabnya ada di ujung langit. Sebab, belum ketahuan juga tuh jumlahnya.

Tapi, lagi-lagi sebagai gambaran, nih. Pada Pilpres 2014 lalu, Indonesian Corruption Watch (ICW) merilis hasil pemantauan dana kampanye Prabowo dan Jokowi. Hasilnya, total dana kampanye Prabowo dan Hatta Radjasa kala itu mencapai Rp166,6 miliar. Sedangkan Jokowi yang saat itu berpasangan dengan Jusuf Kalla menghabiskan Rp312 miliar sebagai ongkos politik.

Tingginya biaya politik ini memang sering bikin pusing. Seperti yang dibilang Prabowo, kondisi ini bikin calon-calon pemimpin terjebak dalam politik balas budi, sebab kebanyakan calon pemimpin harus mencari penyandang dana untuk membiayai ongkos politiknya.

Hal ini tentu mengkhawatirkan. Sebab, kontrak-kontrak politik kerap menyandera para pemimpin dalam masa jabatannya. Syukur kalau kontrak politiknya lurus tanpa kebrengsekan. Lah, kalau sebaliknya, piye?!

Penggalangan Dana

Di Indonesia, metode penggalangan dana untuk kampanye politik telah dilakukan oleh beberapa orang. Jokowi-JK sendiri, pada Pilpres 2014 lalu berhasil mengumpulkan sumbangan mencapai Rp57 miliar. Lalu, pada Pilgub DKI Jakarta 2017, pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat mendapat dana Rp48 miliar dari hasil patungan.

Di PIlkada 2018 pun penggalangan dana dilakukan oleh beberapa calon kepala daerah. Ridwan Kamil-Uu Rushanul Ulum di Jawa Barat misalnya. Mereka meluncurkan produk bernama Udunan. Lewat Udunan, masyarakat bisa membantu langkah politik keduanya. Jumlah bantuannya pun dipatok sebesar Rp10 ribu untuk angka terkecil dan Rp75 juta untuk yang terbesar.

Program penggalangan dana politik sebetulnya telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang. Dalam UU itu, para penyelenggara penggalangan dana wajib mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang, dalam hal ini adalah Kementerian Sosial (Kemensos). 

Pihak penggalang dana harus mengajukan permohonan izin dan memberi keterangan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan penggalangan dana, cara menyelenggarakan, batas waktu penyelenggaraan, wilayah penyelenggaraan, hingga cara penyalurannya.

Jadi, harus jelas tuh. Jangan kayak kasir mini market meminta kembalian receh kita untuk disumbangkan yang entah disumbangkan ke mana.

 

Rekomendasi