Perempuan yang Mengandaskan Cinta Soekarno dan Beberapa Bangsawan Jawa

| 08 Sep 2020 05:49
Perempuan yang Mengandaskan Cinta Soekarno dan Beberapa Bangsawan Jawa
Gusti Nurul (Boombastis)

ERA.id - Seorang perempuan ningrat dan terpelajar bernama Gusti Raden Ayu Siti Nurul Kamaril Ngasarati Kusumawardhani alias Gusti Nurul, tercatat dalam sejarah sebagai orang yang berani menolak cinta Soekarno, Sjahrir, dan bangsawan Jawa lainnya.

Sebelum lebih jauh membahas kisah kandasnya cinta pembesar Republik Indonesia, perlu diketahui, Gusti Nurul adalah orang Indonesia yang wajahnya pernah masuk majalah legendaris Life, terbitan Amerika Serikat, pada 25 Januari 1937.

Life memajang foto Gusti Nurul menari di hari pernikahan Putri Juliana dan Pangeran Bernard. Pada hari pernikahan itu, 6 Januari 1937, Gusti Nurul berusia 15 tahun dan sudah menari di hadapan Ratu Belanda beserta pejabat-pejabat dan tamu kenegaraan.

Gusti Nurul memang berparas ayu, namun bukan itu saja yang membuat orang seperti Bung Karno jatuh hati. Menurut Martha Tilaar dalam Kecantikan Perempuan Timur (1999), Gusti Nurul adalah pakar dalam pengetahuan kosmetik tradisional dan jamu. Martha Tilaar bahkan sempat belajar padanya. Soal jamu dan kosmetik itu tampaknya dipelajari Gusti Nurul sejak muda. Tak heran jika ia terkenal. Tak hanya tariannya, tapi juga parasnya yang elok.

Nurul adalah hasil cinta dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VII, dari permaisurinya, Gusti Kanjeng Ratu Timoer. Ia adalah seorang anak tunggal, perempuan ningrat, dan terpelajar.

Ayahnya itu pernah berkata pada Gusti Nurul dan kisahnya dicatat dalam buku Goesti Noeroel: Straven naar Geluk Mengejar Kebahagiaan (2014). “Telah datang utusan dari Yogyakarta, dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang menanyakan tentang aku. Tujuannya ingin meminangku untuk menjadikan istri.”

Gusti Nurul tahu jika Sultan HB IX sudah punya istri. Itu alasannya untuk menolak pinangan dari Sultan HB IX. Pantang baginya, seorang perempuan berpendidikan tinggi di zaman kolonial, dimadu seperti Kartini.

Selain Sultan HB IX, Beberapa pangeran dari Keraton Surakarta juga jatuh hati. Seperti Kolonel Gusti Pangeran Haryo Djatikusumo—Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pertama. Mereka yang jatuh hati pada Gusti Nurul memang banyak yang sudah beristri.

“Aku tak bisa menerima cinta mereka. Penyebabnya hanya satu, aku tak mau dimadu,” aku Gusti Nurul dalam memoarnya.

Mengandaskan cinta pembesar republik

Gusti Nurul juga disukai Presiden Sukarno. Hal itu ia terangkan dalam memoarnya. “Menurut kabar beberapa orang, Bung Karno pun menaruh simpati padaku. Namun aku sendiri tak pernah mendengar pernyataan ungkapan isi hati Bung Karno. Tapi, saya mendengar dari Bu Hartini, istrinya. Menurutku, Bung Karno hanya sebatas mengagumi saja,” lanjut Gusti Nurul.

Suatu waktu, Gusti Nurul bersama ibunya pernah diundang ke Istana Cipanas. Di istana, Gusti Nurul dilukis pelukis Basuki Abdullah karena permintaan Sukarno. Setelah Gusti Nurul menikah dengan Surjosurarso, Bung Karno sering bilang: “Wah, aku kalah cepat dengan suamimu.”

Selain Soekarno, pemimpin Partai Sosialis Indonesia (PSI) Sutan Sjahrir juga pernah kagum pada Gusti Nurul. Sjahrir bukan orang Jawa, padahal saingan-saingan Sjahrir hampir semuanya pembesar dan bangsawan Jawa. Di masa revolusi, Sjahrir adalah Perdana Menteri Republik Indonesia Pertama.

“Setiap rapat kabinet digelar di Yogyakarta, ia selalu mengutus sekretaris pertamanya, Siti Zoebaidah Oesman, ke Pura Mangkunegaran untuk khusus mengantar hadiah yang dibelinya di Jakarta. Bersamanya juga terlampir sepucuk surat tulisan tangan Sutan Sjahrir,” aku Gusti Nurul. Hadiah dari Sjahrir itu biasanya sutra, tas, atau jam tangan. Gusti Nurul rajin membalas surat dari Sjahrir.

Meski tampak jatuh hati, Sutan Sjahrir tak pernah menyambangi Gusti Nurul ke Pura Mangkunegaran. Meski begitu, ia pernah mengundang Gusti Nurul berserta ibu dan kakaknya ke Linggarjati. Mereka menginap di rumah tempat berlangsungnya Perundingan Linggarjati.

Setelah Gusti Nurul, Sjahrir tampaknya masih "penasaran". Saat datang ke rumah Gusti Nurul, Sjahrir mengajak Nurul berfoto. Untungnya Jarso tidak cemburu. “Setiap kami foto bersama, Sjahrir selalu mengambil posisi ada di dekatku, sementara Mas Jarso justru mengambil posisi tidak di dekatku.”

“Mas Jarso tahu tentang pria-pria yang menaksirku,” aku Gusti Nurul.

Gusti Nurul menikah/Brilio

Menikah

Pada Rabu, 24 Maret 1954, Gusti Nurul menikah dengan Raden Mas Sujarso Surjosurarso. Jarso bukan pejabat dan bangsawan, melainkan tentara yang bukan perwira militer sembarangan.

Sebagai lulusan Akademi Militer Kerajaan Belanda di Breda, seperti ditulis Harsya Bachtiar dalam Siapa Dia Perwira TNI-AD (1989), Jarso pernah beberapa tahun berdinas di tentara kerajaan Belanda. Dia pernah ditempatkan di Proef Batalion Vechtwagens di Bandung dan selanjutnya pindah lagi ke Batalion Infanteri di Bogor.

Setelah proklamasi kemerdekaan, dia bergabung TNI. Dia adalah orang pertama yang jadi kepala Inspektorat Kavaleri Angkatan Darat, dengan pangkat letnan kolonel. Pada saat menyandang pangkat itu pula, dia menyunting Gusti Nurul.

Setelah menikah dengan perwira ber-NRP 13751 itu, Gusti Nurul tak lagi tinggal di Pura Mangkunegaran. Dia ikut suaminya ke mana pun berdinas. Bahkan ketika Jarso jadi Atase Militer di Washington DC.

Gusti Nurul/Historia

Meninggal

Pada tanggal 10 November 2015, pukul 08:00 WIB, Gusti Nurul berpulang ke ribaan Tuhan. Ia mengembuskan nafas terakhirnya di RS. Boromeus, Bandung, setelah sebelumnya dirawat di rumah sakit yang sama selama 2 minggu.

Di usia 94 tahun, Gusti Noeroel tutup usia dikarenakan sakit diabetes yang dideritanya. Gusti Noeroel meninggalkan 7 orang anak dan 14 orang cucu dari pernikahannya dengan Soerjo Soejarso. Ketujuh orang anaknya adalah Sularso Basarah, Parimita Wiyarti, Aji Pamoso, Heruma Wiyarti, Rasika Wiyarti, Wimaya wiyarti, dan Bambang Atas Aji. Nama terakhir merupakan anak angkat Gusti Nurul.

Gusti Nurul/Liputan 6
Tags : sejarah
Rekomendasi