ERA.id - Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menetetapkan dua tersangka dalam kasus tindak pidana dugaan korupsi penggunaan dana Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar. Dua tersangka itu masing-masing inisial HYL selaku Mantan Direktur Utama PDAM Kota Makassar tahun 2015-2019 dan IA selaku mantan Direktur Keuangan tahun 2017-2019.
Penetapan tersangka diekspos di kantor Kejati Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Selasa (11/4/2023) sore. “Ini terkait pembayaran tantiem dan bonus atau jasa produksi tahun 2017-2019 juga premi asuransi dwiguna jabatan wali kota dan wakil wali kota 2016-2019,” kata Kasi Pidsus Kejati Sulsel, Yudi Triadi.
Yudi menjelaskan modus operandi yang dilakukan kedua tersangka yakni pada tahun 2016-2019, PDAM Kota Makassar mendapatkan laba. Untuk menggunakan laba tersebut dilakukan rapat direksi yang disetujui ole Dewan Pengawas kemudian ditetapkan oleh Wali Kota.
Bahwa prosedur untuk permohonan penetapan penggunaan laba dari direksi PDAM Kota Makassar Kepada Wali Kota Makassar melalui dewan pengawas sampai dengan pembagian laba tersebut seharusnya melalui pembahasan atau rapat direksi dan dicatat dalam notulensi rapat.
"Namun faktanya kurun waktu tahun 2016 sampai 2018 tidak pernah dilakukan pembahasan direksi terkait permohonan penetapan penggunaan laba dan pembagian laba serta juga tidak dilakukan notulensi sehingga tidak terdapat risalah rapat, melainkan pengambilan keputusan oleh direksi hanya berdasar rapat per bidang, jika tentang keuangan maka pembahasan tersebut hanya terdiri dari Direktur Utama dan Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar," jelasnya.
Meskipun PDAM Kota Makassar mendapatkan laba kata Yudi, seharusnya mereka memperhatikan adanya kerugian keuangan negara. Dalam hal ini kerugian akumulasi sejak berdirinya PDAM Kota Makassar sebelum mengusulkan untuk menggunakan laba. Tersangka HYL dan IA dianggap tidak mengindahkan aturan Permendagri Nomor 2 tahun 2007 Tentang Organ dan Kepegawaian PDAM dan Perda Nomor 6 Tahun 1974 dan PP 54 Tahun 2017.
Karena mereka beranggapan bahwa pada tahun berjalan kegiatan yang diusahakan memperoleh laba sedangkan akumulasi kerugian bukan menjadi tanggungjawabnya melainkan tanggungjawab direksi sebelumnya. "Sehingga mereka berhak untuk mendapatkan untuk pembayaran tantiem dan bonus produksi yang merupakan satu kesatuan dari penggunaan laba yang diusulkan,” tutur Yudi.
“Di mana terdapat perbedaan besaran penggunaan laba pada Perda Nomor 6 Tahun 1974 dengan PP 54 Tahun 2017 khususnya untuk pembagian tantiem untuk Direksi 5 persen, bonus pegawai 10 persen. Sedangkan pada PP 54 Tahun 2017 pembagian tantiem dan bonus hanya 5 persen, sehingga aturan tersebut tidak digunakan untuk pembayaran penggunaan laba," lanjutnya.
Yudi menyebut dugaan tindak pidana korupsi ini mengakibatkan kerugian keuangan pemerintah Kota Makassar, khususnya PDAM dengan nilai total sebesar Rp20.318.611.975,60 berdasarkan audit kerugian negara Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) Sulsel.
Keduanya disangkakan dengan Pasal 2 Ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Subsider, Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. "Ancaman hukumannya 20 tahun penjara," imbuh Yudi.