ERA.id - Kanwil Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Jawa Timur mengungkap fakta terkait Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 656 hektare yang terdeteksi di wilayah perairan timur Surabaya, tepatnya di Kabupaten Sidoarjo.
Kepala Kanwil ATR/BPN Jatim Lampri, dalam konferensi pers di Surabaya (21/1), mengonfirmasi bahwa lahan tersebut dimiliki oleh dua perusahaan besar.
“Ada dua pemilik dengan tiga HGB. Pemiliknya adalah PT Surya Inti Permata dan PT Semeru Cemerlang,” ujar Lampri saat konferensi pers di Surabaya, Selasa (21/1/2025).
Rinciannya, PT Surya Inti Permata menguasai dua HGB dengan luas masing-masing 285,16 hektare dan 219,31 hektare. Sementara itu, PT Semeru Cemerlang memegang satu HGB seluas 152,36 hektare.
Namun, Lampri mengungkapkan bahwa pihaknya masih melakukan investigasi lebih lanjut untuk memastikan apakah lahan tersebut benar-benar berada di wilayah laut atau daratan.
“Kami sedang merekam, memetakan, dan mempelajari lokasi tersebut. Apakah lahan ini sebelumnya mengalami abrasi atau perubahan lainnya. Jika benar menjadi laut, maka itu termasuk kategori tanah musnah,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa ATR/BPN akan mengambil langkah tegas jika ditemukan pelanggaran dalam penerbitan HGB tersebut. “Jika terbukti melanggar, status HGB akan kami batalkan,” tambah Lampri.
Sebelumnya, Keberadaan HGB ini pertama kali diungkap oleh Thanthowy Syamsuddin, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, melalui unggahan di media sosial X.
Dalam unggahannya, ia membagikan koordinat lokasi lahan yang terdeteksi di perairan melalui aplikasi Bhumi milik ATR/BPN. Tepatnya koordinat di 7.342163°S, 112.844088°E, 7.355131°S, 112.840010°E dan 7.354179°S, 112.841929°E.
“Hasil penelusuran menunjukkan lahan tersebut berada di atas laut, dekat tambak dan mangrove, tanpa ada daratan,” ujar Thanthowy.
Ia juga menyoroti bahwa status HGB ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013, yang melarang pemanfaatan ruang laut untuk kegiatan tertentu.
Selain itu, ia menilai HGB tersebut melanggar Perda Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang menetapkan kawasan itu sebagai zona konservasi dan perikanan.
“Keberadaan HGB ini harus segera diklarifikasi oleh pemerintah untuk memastikan tidak ada pelanggaran hukum,” tegasnya.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur juga turut angkat suara. Ketua Walhi Jatim, Wahyu Eka Setiawan, mencurigai bahwa HGB di tengah laut ini merupakan bagian dari proyek reklamasi yang belum diumumkan secara resmi.
“Kemunculan HGB di wilayah laut ini sangat aneh dan mengindikasikan adanya rencana reklamasi tersembunyi, yang mungkin terkait dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) Surabaya Waterfront Land (SWL),” ujarnya.
Wahyu menyoroti dampak buruk reklamasi terhadap lingkungan, terutama pada kawasan mangrove di Kenjeran dan Wonorejo yang berperan penting dalam mencegah abrasi, menyerap karbon, dan menjaga habitat biota laut.
Ia juga mengingatkan bahwa reklamasi dapat meningkatkan risiko banjir di wilayah pesisir.
“Kami mendesak pemerintah untuk segera memberikan penjelasan resmi terkait status HGB ini, termasuk mengungkap siapa pemilik dan tujuan pemanfaatannya,” tambah Wahyu.