Cak Nun Pernah Bilang Menyentuh Babi Tak Haram, Begini Penjelasan dalam Al-Qur'an

| 07 Jun 2021 20:04
Cak Nun Pernah Bilang Menyentuh Babi Tak Haram, Begini Penjelasan dalam Al-Qur'an
Cak Nun (Kiai Kanjeng)

ERA.id - Komentar Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun viral di media sosial terutama saat isu bipang ambawang bergulir. Cak Nun bilang babi itu halal usai banyak orang yang menilai babi itu binatang haram. Itu disampaikannya sudah sejak lama.

“Babi halal atau haram? Halal,” tegas Cak Nun melalui video yang beredar.

Cak Nun melanjutkan, babi itu kodratnya sebagai binatang atau makhluk ciptaan Tuhan. Babi itu halal lalu berubah jadi haram, ketika dipotong, dimasak, lalu disantap orang Islam.

“Itu menjadi haram kalau kamu makan. Nah, kalau hanya dipeluk, babi tidak haram. Tapi kamu kelihatan kayak orang bodoh (kalau ketahuan memeluk babi). Iya, kan?” kata Cak Nun.

“Kalau itu (enggak dimakan), enggak apa-apa, enggak dosa kok. Baru menjadi dosa kalau kamu makan sebagai lahmun atau lauk babi,” tegasnya. 

Intinya, Cak Nun mengingatkan jangan membenci babi sebagai makhluk hidup. Sebab, kata dia, babi tak pernah berbuat salah atau membahayakan manusia.

“Jadi, babinya mah jangan dibenci. Babi salah apa? Dosa enggak pernah, nyolong juga enggak pernah. Jangan tiba-tiba benci babi, buat apa? Mubazir energi. Orang babinya sendiri juga enggak tahu kalau kamu benci kok,” kata dia.

“Malaikat yang sebenarnya enggak bisa ketawa, pasti ketawa kalau lihat manusia benci babi. Ngapain benci babi, orang babinya juga enggak ngerti apa-apa. Gitu lho,” kata Cak Nun.

Halal atau haram?

Soal keharaman babi sendiri itu masih jadi perdebatan, dalam artian, apakah dagingnya saja yang haram atau tubuh babi keseluruhan mulai dari bulu, liur, dan sebagainya.

Itu bersumber dari firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 173 sebagaimana yang dikemukakan penanya di atas:

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya, “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS. Al-Baqarah [2]: 173).

Dari sanalah muncul pertanyaan, apakah hanya sebatas daging babinya atau juga mencakup juga organ tubuh yang lain? Dalam hal ini setidaknya ada dua pandangan, dikutip dari lama resmi NU.

Pertama pandangan Dawud Az-Zhahiri dan pandangan jumhurul ulama. Dawud Az-Zhahiri menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “daging babi” dalam ayat tersebut adalah daging itu sendiri, bukan selainnya sesuai dengan bunyi nash. Konsekuensinya adalah keharamannya hanya terbatas pada daging babi.

Sementara menurut jumhurul ulama, “daging babi” itu maksudnya mencakup semua organ tubuh lainnya. Penyebutan daging babi lebih karena daging itu merupakan organ tubuh babi yang paling banyak dimanfaatkan.

Jadi kata “daging babi” mewakili keseluruhan organ tubuhnya. Dalam bahasa Arab hal ini sudah maklum, dan dikenal dengan istilah majaz mursal.

{ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ } فِيهِ قَوْلَانِ أَحَدُهُمَا التَّحْرِيمُ مَقْصُورٌ عَلَى لَحْمِهِ دُونَ غَيْرِهِ اِقْتِصَاراً عَلَى النَّصِّ ، وَهَذَا قَوْلُ دَاوُدَ بْنِ عَلِيٍّ وَالثَّانِيُّ أَنَّ التَّحْرِيمَ عَامٌّ فِي جُمْلَةِ الْخِنْزِيرِ وَالنَّصُّ عَلَى اللَّحْمِ تَنْبِيهٌ عَلَى جَمِيعِهِ لِأَنَّهُ مُعْظَمُهُ ، وَهَذَا قَوْلُ الْجُمْهُورِ

Artinya, “Ada dua pendapat dalam memahami frase ayat ‘wa lahmal khinzir’ (dan daging babi). Pertama, keharamannya hanya sebatas daging babi, bukan yang lainnya sesuai bunyi nash. Ini adalah pendapat Dawud bin Ali. Kedua, keharamannya itu umum mencakup semua organ tubuh babi. Sedangkan nash yang hanya menyebutkan sebatas dagingnya itu dimaksudkan untuk mengingatkan keseluruhan bagian organnya karena sebagian besar organ tubuh babi adalah dagingnya,” (Lihat Al-Mawardi, An-Nukat wal ‘Uyun, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, juz I, halaman 222).

Dengan mengikuti pandangan jumhurul ulama atau mayoritas ulama, dapat disimpulkan bahwa keharaman babi bukan hanya sebatas dagingnya, tetapi mencakup semua organ tubuhnya yang lain. NU pun menyarankan, hindari makanan yang mengandung unsur babi karena itu diharamkan.

Rekomendasi