ERA.id - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng Adhi Wiriana membantah kabar bahwa Jawa Tengah sebagai provinsi termiskin. Menurutnya, penghitungan kemiskinan tidak didasarkan atas tingkat PDRB per kapita.
"Terkait pemberitaan yang menyatakan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) per kapita (sebagai acuan) Jateng menjadi daerah termiskin merupakan berita hoax," ujar Adhi di Kantor BPS Jateng, Semarang, Rabu (30/3).
Adhi mengonfirmasi PDRB per kapita atau pendapatan rata-rata penduduk Jateng 2021 adalah Rp38,67 juta per tahun.
Namun demikian, jika dirata-rata, jumlah tersebut melebihi dari upah minimum yang telah ditentukan oleh Pemerintah Provinsi Jateng
Ia menyebut, tingkat pendapatan suatu daerah tidak linear dengan tingkat kemiskinan.
Selama ini, untuk menentukan tingkat kemiskinan suatu daerah, BPS Jawa Tengah menggunakan basic needs aproach atau pengeluaran masyarakat untuk membeli kebutuhan pokok.
Metode ini melihat komponen dari makanan dan non-makanan, seperti nasi, telur, pakaian, listrik, hingga transportasi dan sewa rumah.
"Angka sekitar Rp38 juta per tahun dari pendapatan per kapita itu betul, dibagi 12 bulan hasilnya masih di atas UMP atau UMR. Kalau kita lihat, perusahaan besar menumpuk di DKI Jakarta, Banten, Tangerang, dan Jabar yang mengakibatkan PDRB Perkapita tinggi. Tapi bukan berarti lebih kaya, karena yang menikmati kue pembangunan itu bisa jadi hanya 1000 orang yang penghasilannya miliaran rupiah. Sisanya kehidupannya rata-rata saja," katanya.
Adhi menyebut, Jateng bukanlah provinsi termiskin di Pulau Jawa. Meskipun angka kemiskinan mencapai 11,25 persen, lebih tinggi dari angka nasional yang 9,71 persen.
"Masih ada yang dikatakan lebih miskin dari Jawa Tengah yakni Yogyakarta dengan 11,9 persen. Kemudian dilihat dari jumlah penduduk miskin, sebenarnya Jawa Barat dan Jawa Timur lebih tinggi dengan 4 jutaan penduduk miskin. Sementara Jateng 3,9 juta," bebernya.
Ia menyebut, indeks gini rasio atau tingkat ketimpangan di Jawa Tengah cukup rendah, yakni 0,368. Sedangkan, gini rasio provinsi lain seperti DKI, Jabar, dan DIY berada di atas Jateng dengan 0,4. Padahal, jika angka tersebut semakin mendekati 1, menandakan adanya ketimpangan yang besar.
Hal itu didukung dengan Indeks Pembangunan Manusia di Jateng yang mencapai 0,3 persen, di atas Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten.
"Memang Yogyakarta IPM-nya di atas kita dengan 0,4. Namun, kita mengajak masyarakat untuk lebih cerdas menyikapi data ini. Ini merupakan opini publik yang menggiring ke arah hoax. Menjelang politik 2024, mungkin saja. Karena seolah-olah menguntungkan yang satu dan merugikan yang lain," imbuhnya.
Kami juga pernah menulis soal Kemarin Jokowi Larang Pejabat Buka Puasa Bersama, Kini Ganjar Pranowo Larang Warga Bukber: Enggak Usah Dulu! Kamu bisa baca di sini.
Kalo kamu tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya!