Kedokteran UI Minta Pilkada 2020 di Masa Pendemi Ditunda, Berikut Pertimbangannya

| 09 Oct 2020 19:38
Kedokteran UI Minta Pilkada 2020 di Masa Pendemi Ditunda, Berikut Pertimbangannya
Gedung FK UI (Dok. FK UI)

ERA.id - Pemerintah telah memutuskan untuk tetap menyelenggarakan Pilkada 2020 disertai protokol kesehatan yang ketat pada 9 Desember 2020. Sementara itu, jumlah kasus COVID-19 di Indonesia terus meningkat tanpa ada tanda melandai dan diprediksi akan terus meningkat hingga akhir tahun 2020.

Hingga tanggal 20 September 2020, terdapat 244.676 kasus terkonfirmasi dengan penambahan kasus positif sebanyak 3.989 orang, 57.796 kasus aktif, serta 9.553 kasus meninggal. Jumlah kasus terkonfirmasi positif harian juga terus meningkat saat ini rata-rata 4000 kasus/hari.

Akibat terus meningkatnya jumlah kasus aktif, Indonesia menghadapi masalah baru yaitu hampir penuhnya bed yang tersedia di rumah sakit untuk merawat pasien COVID-19. Pada 14 September 2020, Satuan Penanganan COVID-19 melaporkan bahwa 20 rumah sakit di Jakarta dengan jumlah occupancy rate ICU telah mencapai 100%. Pada 19 September 2020, Satgas COVID-19 melaporkan ruang perawatan di Tower 5, 6, dan 7 Wisma Atlet telah terisi 80% dan Tower 5 sudah terisi 91% pada hari Senin 21 September 2020 karena masyarakat terus berdatangan.

Peningkatan kasus COVID-19 disebabkan oleh banyaknya penularan di perkantoran, transportasi umum, dan restoran. Peningkatan kasus ini terus terjadi selama masa PSBB transisi dan protokol kesehatan seperti cek suhu, memakai masker, kebersihan diri dan lokasi, pembatasan pengunjung, serta jaga jarak terus menerus didengungkan. Namun demikian kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan ternyata masih belum maksimal.

Pada 6 Agustus 2020, Kepala BNPB, Doni Monardo, menyatakan bahwa berdasarkan survei berbagai lembaga angka kepatuhan protokol kesehatan masih dibawah 50%. Sehingga muncullah pertanyaan, apakah Pilkada 2020 walaupun dilaksanakan sesuai protokol kesehatan dapat mengantisipasi pencegahan COVID-19?

Protokol kesehatan PILKADA 2020 diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 10 tahun 2020 yang didalamnya tercantum kewajiban melakukan tes PCR untuk pasangan calon, pembatasan peserta yang hadir dalam pertemuan tatap muka menjadi 50 orang dengan jarak minimal 1 meter antar peserta, pembatasan jumlah undangan dan/atau pendukung menjadi 50 orang untuk pasangan calon, dan penyediaan pelindung diri. PKPU tersebut juga memperbolehkan dilaksanakannya rapat umum, pentas seni, konser musik, kegiatan olahraga, perlombaan, dan bazaar, walaupun dengan pembatasan jumlah peserta hadir maksimal 100 orang dan protokol kesehatan.

Walau protokol kesehatan dalam masa Pilkada 2020 sudah diatur dalam PKPU, terdapat beberapa laporan kejadian pelanggaran protokol kesehatan selama masa pendaftaran Pilkada 2020 oleh para calon dan pendukungnya.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat adanya 243 dugaan pelanggaran terkait protokol kesehatan pencegahan COVID-19 selama masa pendaftaran Pilkada, 4-6 September 2020 lalu. Beberapa pelanggaran yang terjadi adalah munculnya kerumunan massa saat pendaftaran calon pasangan dan arak-arakan atau konvoi.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri telah memberikan teguran kepada 51 kepala daerah  sehubungan dengan pendaftaran calon Pilkada yang tidak mematuhi protokol kesehatan.

Kerumunan massa ini merupakan hal yang seharusnya dapat dimitigasi karena selalu terjadi dari tahun ke tahun. Kerumunan dan arak-arakan massa dalam situasi normal juga dapat menimbulkan masalah, terlebih lagi jika dilakukan di tengah pandemik COVID-19. Hal ini menunjukan ketidakmampuan untuk memastikan protokol kesehatan dipenuhi secara ketat. Pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi pada tahap pendaftaran menunjukkan potensi besar pelanggaran protokol kesehatan pada saat penetapan calon yang diikuti deklarasi calon Pilkada dan kampanye para calon.

Apakah Pilkada 2020 dapat terlaksana dengan tetap mengikuti protokol kesehatan?

Berdasarkan penjelasan di atas dan mempertimbangkan keselamatan bangsa, maka Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, melalui keterangan resmi yang diterima Era.id, merekomendasikan Pilkada 2020 ditunda atau mencari inovasi lain dalam pelaksanaannya.

Jika diputuskan Pilkada 2020 tetap dilakukan, maka harus mempertimbangkan keselamatan masyarakat, para calon, serta para penyelenggara pemilu. Alternatif metode yang dapat dilakukan untuk mengedepankan keselamatan adalah rangkaian pelaksanaan Pilkada 2020 yang dilakukan sepenuhnya secara daring, melalui acara televisi atau memanfaatkan media sosial sehingga menghilangkan potensi terjadinya kerumunan massa. Program kerja para calon dapat dibuat secara tertulis dan disebarkan ke masyarakat melalui daring. Pemerintah diharapkan melakukan evaluasi ulang secara menyeluruh tentang pelaksanaan Pilkada 2020 demi mencegah terjadinya lonjakan masif kasus COVID-19 setelah Pilkada dilaksanakan.

Kalau memang tetap dilaksanakan, skrining kesehatan yang ketat termasuk mencari faktor risiko harus dilakukan pada petugas pelaksana pemilu, karena mereka yang akan kontak langsung dengan masyarakat dan diharapkan tidak akan menjadi korban. Masyarakat aman, Kehidupan Politik aman.

Rekomendasi