ERA.id - Selama lebih dari dua milenium, racun sianida sudah eksis sebagai agen pembunuh. Ia bisa ditemukan di ujung tombak pasukan Napoleon III hingga, baru-baru ini, di dalam bumbu sate lontong. Bisa dibilang sianida salah satu agen 'penyebar teror' paling efektif dan mematikan.
Sianida merupakan materi kimiawi alamiah yang bisa ditemukan dalam sejumlah tanaman, demikian penjelasan situs Center for Health Security dari Johns Hopkins University, diakses pada 3 Mei 2021.
Materi ini pertama kali diisolasi pada 1782 dalam bentuk senyawa karbon yang terikat dengan nitrogen (CN). Sianida diproduksi oleh sumber-sumber alamiah, termasuk beberapa jenis makanan, meski juga terkandung dalam bahan kimia pabrik, pestisida dan asap rokok.
Namun, sebut Center for Health Security, penyebab keracunan sianida yang paling marak adalah keracunan akibat menghirup asap pembakaran.
Sianida Sebagai Senjata Pemusnah
Sianida mulai dipakai sebagai senjata pembunuh dalam Perang Franco-Prussian (1870-1871), ketika Napoleon III meminta pasukannya untuk mencelupkan ujung bayonet mereka ke dalam racun. Kaisar Romawi, Nero (37-68) juga dikabarkan menggunakan air buah salam yang mengandung sianida sebagai racun.
Selama dua Perang Dunia, racun sianida dipakai oleh pasukan Prancis dan Austria, sementara Nazi Jerman memakai produk turunan dari rodentisida, Zyklon B, untuk membunuh jutaan musuh selama Perang Dunia II.
Di era 1980an, sianida diduga digunakan selama Perang Irak-Iran, terhadap kaum Kurdi di Irak, dan di Suriah.
Tahun 1995, kelompok kultus Aum Shinrikyo menabur sianida di kamar-kamar mandi stasiun kereta bawah tanah.
"Komponen beracun ini terus menjadi ancaman sebagai senjata penyebar teror, entah itu dalam bentuk oral atau dalam bentuk gas," sebut Center for Health Security.
Cara Kerja Racun Sianida
Sianida meracuni tubuh dengan membuat sel tidak mampu menyerap energi dari oksigen. Akibatnya adalah kematian dalam waktu cepat.
Dalam bentuk gas, sianida bisa berakibat fatal bila terhirup oleh tubuh dalam kandungan 11.000 mg/L. Ketika tercerna dalam bentuk padat, sianida bisa berdampak fatal di kadar 100-200 mg.
Gejala keracunan sianida bisa terasa dalam hitungan menit atau bahkan detik, tergantung pada kadar racun yang terhirup. Kondisi keracunan ini menyerang sistem syaraf pusat serta sistem kardiovaskular dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala, kebingungan, tekanan darah rendah, mual dan muntah, hingga kulit yang memerah.
Ketika seseorang mengalami keracunan sianida, hal pertama yang perlu dilakukan adalah memindahkan pasien dari daerah yang terpapar sianida, mencopot pakaiannya, dan membasuh kulitnya dengan air dan sabun.
Pertolongan dari tenaga medis diperlukan sesegera mungkin.
Serangan racun sianida biasanya berakibat fatal, namun, seseorang yang terpapar dalam dosis kecil masih mampu selamat.
Dengki dan Patah Hati Berujung Racun Sianida
Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan racun sianida sebagai alat pembunuhan mulai kerap terjadi di Indonesia.
Hal ini pertama kali mengemuka dengan kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin (27) akibat menyeruput segelas es kopi Vietnam di Kafe Oliver, Grand Indonesia, (6/1/2016), yang belakangan menjadi kasus pembunuhan oleh Jessica Wongso. Tim forensik menemukan zat beracun natrium sianida (NaCn) sebanyak 15 g/liter pada sisa kopi Vietnam yang diminum Mirna. Di lambung wanita itu ditemukan racun sianida 0,20 mg/liter.
Lalu, dua orang bernama Shendy dan Ahmad Sanusi tewas, pada September 2019, setelah menenggak kopi bercampur potasium sianida di Padepokan Satrio Aji, Kampung Sirap, Kota Depok.
Di waktu hampir bersamaan, pria berinisial VT, warga Kelapa Gading, hampir mati diracun dengan cairan sianida oleh permintaan istrinya, YL, dan laki-laki selingkuhannya, BHS, (13/9/2019). Tapi VT masih bisa selamat.
Yang terkini adalah kasus meninggalnya Naba Faiz Prasetya (10) pada Minggu, (25/4/2021). Bocah kecil putra seorang pengemudi ojek online (ojol) itu meninggal setelah menyantap sate lontong beserta bumbu yang ternyata bercampur dengan racun sianida. Kasus ini tengah diselidiki sebagai kasus pembunuhan terencana oleh seorang wanita berinisial NA.