ERA.id - Prancis pada Kamis (6/10) menuduh pemerintah Iran menyandera dua warganya setelah Teheran menyiarkan rekaman video pasangan itu membuat pengakuan paksa sebagai mata-mata.
Pejabat serikat guru sekolah Prancis Cecile Kohler dan rekannya Jacques Paris ditangkap pada Mei atas tuduhan mengobarkan “ketidakamanan” di Iran. Prancis mengutuk penangkapan itu dan menuntut pembebasan mereka segera.
Dalam rekaman TV hari Kamis, Kohler “mengaku” menjadi agen dinas intelijen eksternal Prancis di Iran untuk “mempersiapkan landasan bagi revolusi dan penggulingan rezim Islam Iran.” Paris mengatakan, "Tujuan kami di dinas keamanan Prancis adalah untuk menekan pemerintah Iran."
Dikutip dari Arabnews, Video itu memicu kemarahan di Prancis. "Penampilan dugaan pengakuan mereka keterlaluan, mengerikan, tidak dapat diterima dan bertentangan dengan hukum internasional," kata juru bicara kementerian luar negeri Prancis Anne-Claire Legendre.
“Penyamaran ini menghina martabat manusia yang menjadi ciri otoritas Iran. Pengakuan yang diduga diambil di bawah paksaan ini tidak berdasar, juga tidak ada alasan untuk menangkap mereka sewenang-wenang.”
Penampilan pasangan Prancis di TV bertepatan dengan protes anti-pemerintah selama berminggu-minggu di Iran atas kematian Mahsa Amini yang berusia 22 tahun dalam tahanan polisi moral. Itu juga terjadi sehari usai debat di senat Prancis di mana semua partai politik mengutuk tindakan keras Iran terhadap protes.
Kelompok hak asasi mengatakan media pemerintah Iran menyiarkan lebih dari 350 pengakuan paksa antara 2010-2020. Empat warga negara Prancis dipenjara di Iran, dan Prancis sedang mencari tahu apakah satu lagi mungkin telah ditangkap selama protes saat ini.
Dalam sebuah unggahan di twitter pada 5 Oktober, Aktivis Hak Asasi Manusia di Iran dan 19 organisasi hak asasi manusia lainnya menulis surat terbuka dan meminta Presiden Amerika Serikat Joe Biden "untuk mengatasi tindakan keras rezim Iran terhadap protes Mahsa Amini dan krisis hak asasi manusia yang sedang berlangsung di Iran."
"Rakyat Iran membutuhkan dukungan dari Amerika Serikat dan seluruh komunitas internasional untuk mendapatkan hak dan kebebasan mereka," tulis surat itu.