ERA.id - Seekor gajah di Thailand bernama Pai Lin terpaksa hidup dengan kondisi cacat seumur hidup. Tulang belakang Pai Lin melengkung lantaran selama 25 tahun harus melayani wisatawan yang menaiki tubuhnya.
Menurut Wildlife Friends Foundation Thailand (WFFT), Pai Lin yang kini berusia 71 tahun harus melayani sedikitnya enam wisatawan setiap hari selama 25 tahun. Akibatnya, Pai Lin mengalami kerusakan parah pada punggungnya.
“Dia (Pai Lin) digunakan untuk trekking gajah, sebagai alat bantu mengemis di jalanan, dan dalam industri penebangan kayu selama bertahun-tahun. Dia terpaksa membawa howdah (sejenis) tempat duduk, yang berat dengan maksimal enam wisatawan di dalamnya,” kata Amy Jones, juru bicara WFFT, dikutip Newsweek, Rabu (27/12/2023).
“Karena hal ini , tulang punggungnya tampak berubah bentuk, dan dia memiliki banyak bekas luka akibat luka tekan,” sambungnya.
Pai Lin diselamatkan oleh Wildlife Friends Foundation Thailand pada tahun 2007. Menurut Jones, saat tiba di WFFT, Pai Lin ketakutan dan juga mengalami dehidrasi. Dia juga menderita infeksi saluran pernapasan serta banyak luka.
“Ketika dia tiba di WFFT, dia ketakutan, berat badannya kurang, dehidrasi, dan menderita pilek dan mata akibat infeksi saluran pernapasan. Dia juga menderita banyak luka tekan,” ujar Jones.
Berdasarkan foto-foto yang dibagikan WFFT dan viral di kalangan netizen Indonesia, menunjukkan punggung Pai Lin lebih cekung dibandingkan tulang belakang gajah sehat pada umumnya.
Namun pengalaman menunggangi gajah ini merupakan hal umum yang terjadi di seluruh Asia Tenggara, khususnya di tempat-tempat wisata. Gajah-gajah yang digunakan dalam industri ini seringkali menghabiskan waktu seharian penuh tanpa istirahat membawa beban pawangnya, hingga enam wisatawan dan beban kursi howdah yang berat.
Tekanan terus-menerus pada tubuh mereka dapat menyebabkan kerusakan tulang dan jaringan, menyebabkan kerusakan permanen pada tulang belakang mereka.
“Sangat umum melihat tulang belakang yang terkulai pada gajah tua yang telah bekerja di industri penebangan kayu, mengemis, atau pariwisata sepanjang hidup mereka,” kata Jones.
“Di WFFT, kami melihatnya pada banyak gajah tua yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk melakukan praktik ini,” imbuhnya.
Selain cacat fisik, gajah-gajah ini sering menjadi sasaran kekejaman dan kerja berlebihan selama bertahun-tahun, demikian laporan kelompok konservasi Animals Asia.
Mengenai keberadaan Pai Lin, saat ini dia hidup bebas di cagar alam gajah WFFT dan diberikan perawatan hewan 24 jam, suplemen khusus, dan makanan padat nutrisi. Namun, kelainan tulang belakangnya tidak dapat diubah dan akan berlangsung seumur hidupnya.
“Syukurlah, karena tidak ada lagi beban atau tekanan pada tulang belakang Pai Lin, kerusakannya tidak bertambah parah,” kata Jones.
Lalu, kata Jones, di usia yang sudah tua dengan kondisi cacat seumur hidup, Pai Lin tergolong gajah yang sangat ceria dan memiliki semangat hidup. Rasa ketakutan yang sempat dialami Pai Lin disebut juga berangsung hilang.
Meski demikian, kata Jones, Pai Lin terkadang mengalami perubahan suasana hati dan bisa menjadi sangat liar.
“Ketakutannya telah hilang meskipun dia masih takut pada gajah, sapi, dan berbagai hewan lainnya dan dia menjalani hidupnya tanpa rantai dengan caranya sendiri (Namun), dia (terkadang) mengalami perubahan suasana hati dan bisa menjadi sangat liar,” tegasnya.
Lebih lanjut, WFFT berharap dengan berbagi cerita Pai Lin akan mendorong wisatawan untuk berpikir dua kali sebelum mendukung kegiatan menunggang gajah dan praktik eksploitatif lainnya.