Alami Gangguan Identitas, Pria Ini Nekat Amputasi Dua Jarinya Demi Hidup Tenang

| 18 Apr 2024 19:05
Alami Gangguan Identitas, Pria Ini Nekat Amputasi Dua Jarinya Demi Hidup Tenang
Pria amputasi jari demi hidup tenang (freepik/valuavitaly)

ERA.id - Seorang pria di Quebec memutuskan untuk mengaputasi dua jari tangannya lantaran merasa bukan bagian dari tubuhnya. Pria itu disebut menderita gangguan identitas yang membuat dirinya merasakan trauma.

Menurut laporan People, pria 20 tahun itu mengalami tekanan yang mendalam dan memikirkan tanpa henti tentang jari keempat dan kelima di tangan kirinya. Tekanan itu pun membuat dia mengambil langkah besar untuk mengamputasi dua jari kirinya yang tidak bermasalah.

"Saat bekerja di pabrik penggergajian kayu, dia mempertimbangkan untuk membuat guillotine kecil untuk memotong jari-jarinya," kata Nadia Nadeau dari departemen psikiatri di Université Laval.

Nadeau mengatakan bahwa pria itu didiagnosis menderita gangguan identitas integritas tubuh atau disforia integritas. Menurut Klinik Cleveland, gangguan ini merupakan fenomena langka yang ditandai dengan keinginan kuat dan terus-menerus untuk mendapat disabilitas fisik.

Gangguan ini menyebabkan seseorang merasa seolah-olah anggota tubuh atau bagian tubuh yang sehat tidak boleh menjadi bagian dari tubuhnya. Akibatnya, pasien akan meminta penyedia layanan kesehatan untuk mengamputasi anggota tubuh yang sehat atau mencoba melakukan amputasi sendiri, yang berbahaya dan berpotensi mengancam nyawa.

Nadeau menjelaskan bahwa pasien tidak menceritakan kesusahannya mengenai jari-jarinya kepada keluarga karena rasa malu setelah sering berfantasi untuk mengamputasi jari-jarinya sendiri.

"Dia sadar bahwa tindakan menyakiti diri sendiri bukanlah solusi yang aman dan dapat berdampak pada hubungan, reputasi, dan kesehatannya. Dia tidak bisa membayangkan dirinya hidup bertahun-tahun yang akan datang dengan jari-jari itu," jelasnya.

Selama permiksaan, pria itu juga mengaku sejak masa kanak-kanak ia merasakan sensasi trauma bahwa jari-jarinya bukan milik tubuhnya. Gangguan itu pun menimbulkan rasa sakit, mudah tersinggung, gangguan ketangkasan, dan mimpi buruk berupa jari-jarinya yang membusuk atau terbakar.

Sebelum memutuskan untuk mengamputasi dua jarinya, dia sempat ditawari untuk perawatan non-invasi, termasuk terapi perilaku kognitif, antidepresan, antipsikotik, dan terapi pemaparan. Akan tetapi hal itu tidak berhasil.

"Dianggap mampu meminta amputasi, dia dirujuk ke ahli ortopedi dan menghentikan pengobatan psikotropikanya melalui keputusan kolaboratif dengan psikiater yang merawatnya,” kata laporan tersebut.

Enam bulan kemudian, pria tersebut menjalani amputasi elektif yang dilakukan oleh ahli bedah ortopedi di rumah sakit setempat. Pasca menjalankan operasi, pria itu mengaku mimpi buruknya sudah tidak lagi terjadi.

“Pasca operasi, mimpi buruk segera berhenti, bersamaan dengan tekanan emosional,” kata Nadeau.

"Dia memiliki rencana hidup yang konstruktif, mengurangi kemarahan, dan meningkatkan kesejahteraan bersama keluarga dan di tempat kerja. Tidak ada penyesalan yang diungkapkan," tambahnya.

Lebih lanjut, pria itu dilaporkan menjalankan kehidupan yang bebas tanpa merasa khawatir tentang jari-jarinya. Begitu pula dengan gejala disforia integritas yang sudah tidak lagi dia alami.

“Dia sekarang menjalani kehidupan yang bebas dari kekhawatiran yang mengganggu tentang jari-jarinya, dan semua gejala yang berhubungan dengan BID telah teratasi. Amputasi memungkinkan dia untuk hidup selaras dengan identitasnya," pungkas Nadeau.

Rekomendasi