Meski Dikecam, Beijing Ubah Aturan di Laut China Selatan

| 01 Aug 2020 09:45
Meski Dikecam, Beijing Ubah Aturan di Laut China Selatan
Kepulauan Paracels di lihat dari ketinggian 40.000 kaki (Flickr/ Nafjot Singh)

ERA.id - Ubah kata "lepas pantai" di regulasi kelautan tahun 1974, Beijing dikritik sejumlah ahli karena hendak mencaplok seluas mungkin area perairan Laut China Selatan yang sedang ramai sengketa.

Baru-baru ini China mengubah regulasi pengiriman barang, yang dibuat tahun 1974, sehingga menyebut area perairan antara provinsi Hainan dan Kepulauan Paracels di Laut China Selatan sebagai "area navigasi pantai" alih-alih "lepas pantai".

Para pengamat melihat langkah ini sebagai upaya China untuk mengendalikan seluas mungkin zona perairan di area tersebut.

Peraturan baru ini akan mulai berlaku Sabtu (1/8/2020).

Regulasi yang berjudul "Aturan Teknis untuk Pengujian Hukum Pelayaran Domestik" menetapkan area bernama "Area Navigasi Hainan-Xisha" yang dibatasi oleh dua titik di Pulau Hainan, atau pulau ujung selatan China, dengan tiga titik di Kepulauan Paracels, atau Kepulauan Xisha dalam bahasa Mandarin.

Zhang Jie, ahli Laut China Selatan dari Chinese Academy of Social Sciences, mengatakan bahwa langkah ini bisa jadi didesain untuk memperkuat pemerintahan Kepulauan Paracel menggunakan peraturan domestik.

"Bahkan bila hal ini tidak dimaksudkan untuk meningkatkan kendali, aturan tersebut menciptakan efek semacam itu," kata Zhang seperti dikutip di South China Morning Post.

Ucapan Zhang disetujui pula oleh peneliti di S Rajaratnam School of International Studies di Nanyang Technological University, Collin Koh. Ia mengaku tidak terkejut dengan langkah Beijing tersebut. "Terlebih setelah Beijing mengumumkan distrik administratif di Kepulauan Paracel dan Spratly," kata Koh.

Langkah Beijing di perairan Laut China Selatan menjadi bahan kritikan dunia internasional. Awal bulan ini Amerika Serikat (AS) dan Australia menyatakan bahwa klaim China tersebut ilegal karena tidak sesuai dengan hukum internasional.

Sementara itu, Malaysia, lewat sebuah nota diplomatik ke Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Rabu (29/7/2020), mengecam China yang berkata Kuala Lumpur tidak punya hak untuk mengontrol salah satu palung laut di utara Laut China Selatan.

Dunia internasional mengecam China karena menggunakan regulasi domestik untuk mengklaim area perairan yang masih dipenuhi sengketa itu. China pun telah mendirikan tujuh peradilan maritim yang salah satunya didirikan di kota Hainan, di Sansha.

Pada tahun 2017, Mahkamah Agung China mengumumkan bahwa hukum negaranya mencakup seluruh area di bawah "kontrol kedaulatan" China, termasuk "area perairan yang diakui hukum."

Rekomendasi