ERA.id - Prancis sedang bersiap untuk mengusir 231 orang asing dalam daftar pantauan pemerintah untuk dugaan keyakinan agama ekstremis. Radio Europe 1 melaporkan pada hari Minggu, dua hari setelah seorang warga kelahiran Rusia memenggal seorang guru. Sayangnya, Kementerian Dalam Negeri Prancis, yang bertanggung jawab untuk mengusir orang asing, tidak bersedia berkomentar.
Pemerintahan sentris Presiden Emmanuel Macron telah mendapat tekanan dari partai-partai konservatif dan sayap kanan untuk mengambil sikap lebih keras terhadap warga yang dianggap menimbulkan ancaman keamanan. Hasilnya, Macron mengadakan pertemuan Dewan Pertahanan dengan menteri kabinet senior pada hari Minggu.
Sebelumnya seorang pria bersenjata pisau pada hari Jumat membunuh seorang guru sejarah sekolah menengah, Samuel Patty, dengan menggorok lehernya di depan sekolah tempat guru itu mengajar yang terletak di pinggiran kota Paris, kata polisi. Serangan tersebut dianggap sebagai aksi terorisme.
Penyerang ditembak mati oleh polisi yang sedang melakukan patroli tidak jauh dari situ. Sebelumnya, guru tersebut menunjukkan kartun Nabi Muhammad kepada murid-muridnya di kelas, yang dianggap oleh umat Islam sebagai penghujatan, menurut sumber polisi.
And FYI, I have met and spent time with the journalists, editors and publishers of Charlie Hebdo. Nobody ended up dying, you know why? Because if their impression of Muslims is negative, then I am free to show them a positive side. We can simply disagree and move on. Can we not!? https://t.co/ddffYB0IF5
— Imam of Peace🕊 (@Imamofpeace) October 17, 2020
Jaksa anti-teror Prancis mengatakan sedang menyelidiki serangan itu, yang terjadi di Conflans Sainte-Honorine, di barat laut Paris. Presiden Emmanuel Macron tiba di tempat kejadian pada Jumat malam.
Penyiar Prancis BFMTV melaporkan bahwa tersangka penyerang berusia 18 tahun dan lahir di Moskow.
Insiden itu menggemakan serangan lima tahun lalu di kantor majalah satir Charlie Hebdo yang menerbitkan karikatur Nabi Muhammad. Penerbitan karikatur Nabi Muhammad itu menimbulkan masalah di masyarakat Prancis.
Lalu kurang dari sebulan yang lalu, seorang pria asal Pakistan menggunakan pisau daging untuk menyerang dan melukai dua orang yang sedang merokok di luar kantor tempat Charlie Hebdo bermarkas pada saat serangan 2015.
Dalam penyerangan hari Jumat, sumber polisi mengatakan bahwa saksi mendengar penyerang berteriak "Allahu Akbar", atau "Tuhan Yang Maha Besar". Seorang juru bicara polisi mengatakan bahwa informasi itu sedang diperiksa.
Sumber polisi lain juga mengatakan bahwa korban dipenggal dalam serangan itu, tetapi hal ini belum dikonfirmasi. Serangan itu terjadi di jalan depan sekolah menengah tempat korban bekerja.
Prancis diserang
"Malam ini, Prancis diserang, seorang guru dibunuh secara keji," tulis Menteri Pendidikan Prancis Jean-Michel Blanquer di akun Twitter miliknya.
"Persatuan kami dan tekad kami adalah satu-satunya respons kami atas aksi terorisme itu,"
Sebuah utas Twitter yang dikirim pada 9 Oktober berisi tuduhan bahwa seorang guru sejarah di Conflans Sainte-Honorine menunjukkan kartun Nabi Muhammad kepada murid-muridnya.
[DIRECT] Au lendemain de la mort d’un professeur dans une attaque terroriste, Jean-Michel Blanquer va rencontrer enseignants et parents d’élèves
➡️ Suivez en direct les événements de ce samedi >https://t.co/igFPEZOtGc pic.twitter.com/N8G3kZsN2w
— Le Parisien (@le_Parisien) October 17, 2020
Utas itu berisi video seorang pria yang mengatakan putrinya, seorang Muslim, adalah salah satu murid di kelas itu. Dia terkejut dan kesal dengan tindakan gurunya.
Pria dalam video tersebut mendesak pengguna Twitter untuk mengadu kepada pihak berwenang. Reuters tidak dapat memverifikasi keaslian video tersebut secara independen itu.