Dunia Muslim Ramai-ramai Boikot Produk Buatan Prancis

| 27 Oct 2020 17:29
Dunia Muslim Ramai-ramai Boikot Produk Buatan Prancis
Ilustrasi: Produk Prancis diboikot dan dikeluarkan dari sejumlah supermarket menyusul komentar Presiden Prancis Emmanuel Macron mengenai kelompok konservatif Islam. (Dok: Al Jazeera/Twitter)

ERA.id - Presiden Turki Tayyip Erdogan meminta warga negara Turki untuk berhenti membeli produk buatan perusahaan asal Prancis, Senin (26/10/2020). Ini menjadi seruan terbaru dari pemimpin dunia Muslim yang mengecam dipertontonkannya karikatur Nabi Mohammad di Prancis.

Sebelumnya, di hari yang sama pengunjuk rasa di Bangladesh mengangkat plakat bergambar karikatur Presiden Prancis Emmanuel Macron beserta tulisan, "Macron adalah musuh perdamaian." Sementara itu, di Pakistan, parlemen menyetujui resolusi untuk menarik wakil diplomatik yang ditempatkan di Paris, seperti dilansir Reuters, Senin (26/10/2020).

Protes ke Presiden Macron
Aksi memprotes Presiden Prancis Emmanuel Macron menyusul komentarnya mengenai kelompok Islam konservatif di Prancis. (Foto: Mr Asaduzzaman/Twitter)

Erdogan, yang pernah saling berselisih paham dengan Macron, mengatakan Prancis sedang menggelar agenda anti-Islam.

"Saya menyerukan kepada seluruh warga negara yang saya pimpin untuk jangan pernah membantu atau membeli produk-produk buatan Prancis," kata Erdogan.

Seruan Erdogan pada Senin lalu berbarengan dengan adanya berbagai aksi boikot yang menyasar Prancis. Sebuah supermarket di Kuwait, contohnya, mengosongkan kosmetik merek L'Oreal dari seluruh raknya setelah serikat kooperasi yang menaungi bisnis tersebut memilih menyetop penjualan seluruh produk asal Prancis.

Di Arab Saudi, warga berseru di media sosial agar jaringan supermarket asal Prancis, Carrefour, diboikot, meski aksi ini tampaknya tidak terlalu berpengaruh, seperti dikonfirmasi Reuters yang mengunjungi dua gerai Carrefour di ibukota Riyadh, Senin lalu.

Menteri Perdagangan Prancis Franck Riester mengatakan bahwa pihaknya masih belum bisa menentukan seberapa besar dampak kampanye boikot yang telah bergulir. Namun, ia mengatakan bahwa sejauh ini dampaknya masih kecil dan baru berdampak pada ekspor produk pertanian.

Diskusi Berbuntut Panjang

Rantai peristiwa boikot ini berawal dari terbunuhnya seorang guru Sejarah oleh remaja etnis Checnya berusia 18 tahun, pada 16 Oktober lalu. Pembunuhan dilatari aktivitas sang guru yang mendiskusikan karikatur Nabi Muhammad terbitan koran satir Charlie Hebdo di kelasnya.

Sejak itu, di tengah kecaman warga Prancis atas pemenggalan sang guru, gambar-gambar karikatur justru ditampilkan ke dinding gedung. Banyak pengunjuk rasa yang juga membawa poster bergambar kartun itu dalam aksi mereka.

Demonstrasi Prancis Oktober 2020
Seorang pengunjuk rasa membawa foto Samuel Paty, guru Sejarah yang dipenggal setelah mendiskusikan karikatur Nabi Muhammad dengan murid di sekolahnya. (Dok. Le Parisien/Twitter)

Presiden Macron sendiri menyatakan tidak akan "menolak karikatur" tersebut. Ia juga mendeklarasikan akan mengupayakan agar kaum Islam konservatif tidak mengganggu nilai-nilai sekuler di Prancis, seperti dilansir Reuters.

Dunia muslim lantas melihat ucapan Macron sebagai serangan terhadap agama Islam. Pada Minggu otoritas relijius tertinggi Arab Saudi mengatakan bahwa menghina Nabi berbeda urusan dengan kebebasan berekspresi. Gestur karikatur Nabi Muhammad, yang dianggap tidak terpuji dalam Islam, juga mereka anggap "hanya akan memberanikan kaum ekstremis."

Pada hari Senin, pemerintah Qatar juga mengutuk aksi Macron yang dianggap sekadar retorika pemimpin populis. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Iran juga mencuitkan pernyataannya bahwa menghina kaum muslim adalah "penyalahgunaan kebebasan berpendapat."

"Hal tersebut hanya akan mengobarkan ekstremisme," kata Zarif.

Rekomendasi