Pemenggal Guru Prancis Pernah Kontak dengan Militan ISIS

| 29 Oct 2020 13:15
Pemenggal Guru Prancis Pernah Kontak dengan Militan ISIS
Samuel Paty, guru Sejarah sekolah menengah di Paris yang dibunuh karena menunjukkan kartun kontroversial dari koran Charlie Hebdo. (Foto: Twitter)

ERA.id - Pembunuh Samuel Paty, guru yang dipenggal dua pekan lalu akibat menunjukkan karikatur Nabi Muhammad kepada murid-murid di kelasnya, pernah berkontak dengan seorang milisi Negara Islam di Suriah, tulis media di Prancis.

Penyidik anti-terorisme Prancis pada Kamis pekan lalu telah mengonfirmasi penangkapan terhadap 7 warga, termasuk dua murid sekolah, atas tuduhan aksi terorisme. Hal ini terjadi setelah pemuda 18 tahun bernama Abdullakh Anzorov membunuh Paty menggunakan pisau.

Koran Le Parisien melaporkan bahwa Anzorov pernah berkontak dengan seorang milisi Suriah yang keberadaannya berhasil dilacak melalui IP address. Setelah ditelusuri secara lebih lanjut, militan tersebut ternyata terhubung dengan jaringan Idlib, yaitu markas kaum ISIS di Barat Laut Suriah.

Kanal televisi FranceInfoTV mengatakan bahwa Anzorov datang ke Prancis saat berusia 6 tahun dan berasal dari keluarga etnis Chechnya. Mereka diberi izin tinggal di Prancis hingga 2030.

Anzorov pertama kali berkontak dengan militan ISIS pada September lalu, via Instagram.

Dalam rekaman suara yang ia buat setelah membunuh Paty, Anzorov terdengar menyatakan pembunuhan itu sebagai aksi "membalaskan dendam Sang Nabi", yang ia anggap telah dilecehkan oleh sang guru Sejarah. Sang pemuda juga berharap dirinya akan wafat sebagai seorang "martir".

Setelah sempat mengunggah dua cuitan ke Twitter, Anzorov ditembak mati oleh polisi Prancis.

Di antara 6 orang yang ditahan sejak Rabu pekan lalu terdapat 2 orang siswa sekolah, berumur 14 dan 15 tahun, yang menerima uang 300 euro (Rp5,2 juta) dari si pembunuh agar mereka mau menolongnya mengenali identitas Samuel Paty. Hal ini dikatakan oleh jaksa Prancis, Jean François Ricard.

Sementara itu, dua orang teman Anzorov, berumur 18 dan 19 tahun, ditangkap dengan tuduhan aksi terorisme karena mengantarkan sang pelaku ke sekolah sang guru di kawasan Conflans-Sainte-Honorine, 32 kilometer barat laut kota Paris, serta satu orang membantunya membeli senjata.

Polisi juga menangkap Brahim C, ayah dari salah satu murid Samuel Paty, yang melontarkan kampanye agresif terhadap sang guru di media sosial, meskipun anaknya saat itu tidak masuk dalam kelas yang diajar oleh Paty. Seorang ekstremis bernama Abdelhakim Sefrioui juga ditangkap karena menyebabkan kebencian via Facebook dan Youtube.

Dukacita untuk Samuel Paty
Ungkapan dukacita untuk Samuel Paty. (Foto: Han Solo/Twitter)

Pasca-kematiannya, Samuel Paty, 47 tahun, dianugerahi penghargaan Légion d’honneur, penghargaan tertinggi di Prancis, dalam sebuah upacara di Universitas Sorbonne Paris, Rabu pekan lalu. Presiden Macron menyebut Paty sebagai 'pahlawan' dan mengakui bahwa Prancis akan melanjutkan perjuangan sang guru dalam melindungi "kemerdekaan berpendapat dan ilmu pengetahuan".

Rekomendasi