Penyidik PBB Akui Diancam Bunuh oleh Pejabat Senior Arab Saudi

| 23 Mar 2021 21:52
Penyidik PBB Akui Diancam Bunuh oleh Pejabat Senior Arab Saudi
Agnes Callamard, penyidik khusus PBB untuk kasus pembunuhan di luar hukum, mengaku pernah diancam bunuh oleh pejabat senior Arab Saudi. (Foto: UN Geneva/Flickr)

ERA.id - Seorang pejabat senior Arab Saudi dua kali melontarkan pernyataan yang diduga sebagai ancaman pembunuhan terhadap penyidik independen PBB, Agnès Callamard, setelah ia merilis hasil investigasi terhadap kematian jurnalis Jamal Khashoggi.

Dalam wawancara dengan koran The Guardian, yang dirilis pada Selasa, (23/3/2021), sang penyidik khusus PBB untuk kasus pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killing) mengaku diperingatkan oleh koleganya pada Januari 2020 bahwa seorang pejabat senior Arab Saudi dua kali melontarkan ancaman bakal "membereskan" Callamard bila PBB tak meredam kerja sang investigator.

Saat dikonfirmasi lagi, Callamard menyebut koleganya yang berkantor di markas PBB di Jenewa, Swiss, melihat ancaman tersebut sebagai "ancaman pembunuhan."

Callamard, warga Prancis dan pakar hak asasi manusia yang bulan ini bakal menjabat sebagai sekretaris jenderal organisasi Amnesty International, adalah pejabat pertama yang menyidik dan merilis laporan atas tewasnya Khashoggi di tahun 2018. Jamal Khashoggi sendiri merupakan jurnalis ternama yang menggunakan kolom tulisannya di koran Washington Post untuk mengritik pemerintahan Arab Saudi.

Laporan setebal 100 halaman yang dibuat Callamard, dirilis pada Juni 2019, menyimpulkan ada "bukti kredibel" bahwa putra mahkota Saudi, Mohammed bin Salman, dan pejabat senior Saudi lainnya bertanggungjawab atas kematian Khashoggi. Ia juga menyebut pembunuhan tersebut sebagai "kejahatan internasional".

Pemerintahan Joe Biden di Amerika Serikat juga telah merilis laporan terpisah terkait isu ini, yang menyimpulkan bahwa Pangeran Mohammed memberi persetujuan atas pembunuhan tersebut.

Pemerintahan Arab Saudi sejak awal membantah bahwa pembunuhan itu, yang terjadi di konsulat Saudi di Istanbul, Turki, dilakukan atas permintaan calon penerus tahta Saudi.

Mohammed bin Salman
Mohammed bin Salman, putra mahkota Arab Saudi. (Foto: Yumiko Kokuryu/Twitter)

Dua Kali Ancam

Pernyataan ancaman pembunuhan terhadap Callamard sendiri terjadi dalam pertemuan "tingkat tinggi" antara diplomat Saudi di Jenewa, pejabat Saudi, dan pejabat PBB di Jenewa. Callamard mengaku diberitahu bahwa dalam rapat tersebut para pejabat Saudi mengritik investigasinya terhadap kematian Khashoggi. Mereka disebut geram terhadap penyidikan itu dan terhadap kesimpulan yang dirinya buat.

Lebih-lebih, para pejabat Saudi menuduh Callamard telah menerima uang dari Qatar, satu tuduhan yang biasanya dialamatkan terhadap para pengritik tahta Saudi.

Kemudian, salah satu pejabat senior Arab Saudi, demikian Callamard diberitahu oleh koleganya, mengaku telah menerima telepon dari orang-orang yang bersedia "membereskan" sang penyidik. Pejabat itu bahkan kembali mengulang ancaman yang sama di akhir pertemuan.

"Hal tersebut langsung dilaporkan pada saya saat itu, dan hal seperti inilah yang ditanggapi dengan tegas oleh PBB. Orang-orang yang hadir dalam rapat dengan jelas menyatakan pada delegasi Saudi itu bahwa ucapannya sangat tidak pantas, dan bahwa mereka berharap ucapan tersebut tak berlanjut lebih jauh," sebut Callamard, dalam wawancara dengan The Guardian.

Sang penyidik khusus PBB ini pun mengaku makin meyakini bahwa pemerintah Arab Saudi dilindungi impunitas tertentu kala menjalankan pembunuhan terhadap Khashoggi di tahun 2018, salah satunya ketika menangkap orang-orang yang mengritik sang calon penerus tahta.

The Guardian mengaku belum menerima respons dari pemerintah Saudi terkait pengakuan Callamard.

"Anda tahu, ancaman semacam itu tak membuat saya gentar. Saya bukannya meminta lebih banyak ancaman. Namun, saya hanya melakukan apa yang harus saya lakukan. Ancaman itu tidak menghentikan saya dalam bertindak sesuai apa yang saya anggap benar," kata Callamard.

Rekomendasi