ERA.id - Penglihatan seorang pria yang sepenuhnya buta dikabarkan berhasil pulih sebagian menggunakan protein pengindera cahaya yang ditemukan pada tanaman ganggang.
Pria tersebut diterapi dengan metode optogenetik, yaitu terapi protein untuk mengontrol sel-sel di belakang organ mata.
Berdasarkan laporan jurnal Nature Medicine, pria itu pertama kali menyadari ia bisa melihat setelah ia bisa mengamati tanda strip penyeberangan jalan. Ia juga kemudian bisa merengkuh dan dan menghitung jumlah benda yang ada di atas meja.
Pria tersebut, yang identitasnya tidak dipublikasikan, berasal dari Brittany, Prancis, dan menjalani terapi di kota Paris.
Ia sempat didiagnosa mengalami retinitis pigmentosa 40 tahun lalu, yang mengakibatkan matinya sel pengindera cahaya di permukaan retina.
BBC menyebut, (25/5/2021), di dunia ini ada dua juta orang yang mengalami kondisi penglihatan tersebut. Meski kebutaan total cukup langka terjadi, sang pria sudah tidak bisa melihat apapun selama dua dekade terakhir.
Terapi optogenetik terbilang baru namun telah menjadi bagian utama dari bidang studi neurosains. Terapi ini menggunakan cahaya untuk mengontrol aktivitas sel otak. Teknik ini digunakan para ilmuwan untuk mengembalikan kemampuan salah satu mata sang pasien untuk mendeteksi cahaya.
Teknik ini dikembangkan lewat protein channelrhodopsins yang ditemukan pada ganggang. Protein ini disebut bisa merespons cahaya, dan digunakan mikroba agar bisa bergerak menuju cahaya.
Metode pengobatan ini dimulai dengan terapi gen. Instruksi genetik untuk menciptakan rhodopsins diambil dari algae, lalu diberikan pada sel yang ada di lapisan dalam retina. Ketika protein tersebut mendapat cahaya, mereka akan mengirim sinyal elektris ke otak.
Namun, protein ini hanya bisa merespons sinar berwarna abu-abu. Pasien perlu menggunakan kacamata khusus dengan kamera di depan, dan proyektor di belakang, agar apa yang tampak di dunia luar diproses sesuai gelombang cahaya kelabu yang tepat sehingga bisa direspons.
BBC mengabarkan perlu beberapa bulan sebelum mata seorang pasien bisa memiliki jumlah rhodopsin yang cukup, dan otaknya sanggup memahami 'bahasa inderawi' yang dimiliki itu.