Pemuda Sinarmas: Joki Kaset yang Lahir di Tahun yang Salah

| 15 Mar 2023 19:27
Pemuda Sinarmas: Joki Kaset yang Lahir di Tahun yang Salah
Ilustrasi. (ERA/Luthfia Arifah Ziyad)

Aku suka jaipong, kau suka disko, oh, oh, oh…

Aku suka singkong, singkong, singkong, kong-kong-kong…

Aku suka, aku suka…

Singkong, kau suka keju~

ERA.id - Lagu Keju dari Bill & Brod berhentak maju-mundur seperti tarian improvisasi. Suaranya kadang menyeret dan seringkali terdengar seperti mesin rusak. Kaki kami menghentak-hentak lantai pelan mengikuti irama dan pandangan kami fokus tertuju ke seorang pria berkaos gombrong Body Glove bercorak ungu. Potongan rambut mangkuknya seperti personel The Changcuters, sedangkan kumis segaris dan jenggot yang secukupnya ada sekilas seperti aktor gaek Hengky Tornando. 

Lelaki itulah yang membuat ruang kedap suara di Studio Rumah 27 mendadak jadi lantai dansa di pesta perpisahan sekolah. Nama lengkapnya Muhammad Fajrintio. Kawan sejawatnya biasa memanggilnya Ajis. Dan kini ia terkenal sebagai Pemuda Sinarmas, sang joki kaset pertama di Indonesia.

Ajis alias Pemuda Sinarmas di Studio Rumah 27, Jakarta. (ERA/Agus Ghulam)

Saat pertama sampai di Studio Rumah 27 akhir Februari lalu, kami lebih dulu bertemu dengan kedua kru yang juga bekas teman satu sekolah Ajis, yaitu Gebyar dan Ira. Gebyar bertugas mendokumentasikan segala kegiatan manggung Pemuda Sinarmas. Sementara Ira bagian mengulik sound system saban mau tampil. Mereka bertiga adalah teman lama yang sama-sama tinggal di bilangan Cinere, Depok.

Dua koper jinjing Samsonite lawas dibiarkan tergeletak di samping pintu studio. Kami memesan kopi sachet sambil menunggu Pemuda Sinarmas yang sedang menuntaskan hajatnya di toilet. Selang beberapa menit kemudian, lelaki itu muncul dengan senyum terkembang dan menyalami kami satu per satu. Langit mulai gerimis. Ia meminta izin untuk membakar sebatang rokok sebelum memulai sesi ngobrol bersama ERA

Ajis alias Pemuda Sinarmas (kiri) bersama kedua krunya, Ira (tengah) dan Gebyar (kanan). (ERA/Agus Ghulam)

Ajis baru saja menikahi kekasihnya tahun ini dan ia bilang sedang berencana pindah ke kontrakan yang lebih besar, rumah yang cukup untuk menampungnya, istrinya, dan ratusan kaset koleksinya. “Udah dapet sih, masalahnya, gua biasa tinggal di kamar sempit, sekalinya tinggal di yang lega, enggak bisa mikir,” ucapnya sambil tertawa. “Kamar sempit, pikiran luas. Kamar luas, pikiran sempit.”

Mengadu nasib sebagai joki kaset

"Mau berapa lagu?" Ajis menyingkap sebelah headset-nya dan melirik kami dari balik kacamata hitamnya. Alat tempurnya sudah terpasang semua, ia juga sudah pemanasan beberapa lagu, sisanya tinggal beraksi. Kami menjawab butuh stok gambar sekitar lima menit. Ia mengangguk-angguk. "Oke, dua-tiga lagu cukup kalau gitu."

Ia menarik satu kaset dari puluhan judul yang ia bawa dalam kopernya. Pertunjukan tunggal itu dimulai dengan lagu Camellia, parodi dari lagu barat Karma Chameleon. Ajis seketika berubah jadi Pemuda Sinarmas dan asyik sendiri di balik alat pemutar kasetnya. Lima menit berlalu, Ajis masih terus mencabut kaset dari dalam kopernya dan memutar pita kaset manual dengan alat bernama rewinder. Dua lagu, tiga lagu, hingga tiba-tiba sudah lewat lima lagu ia mainkan. "Cukup?" Tiba-tiba ia bertanya kepada kami. Kami mengacungkan jempol. "Lebih dari cukup!" Ia tersenyum dan segera meringkas penampilannya.

***

Nama panggung Pemuda Sinarmas terinspirasi dari nama-nama toko bangunan seperti Sinar Jaya. "Nah itu gua terinspirasinya dari situ. Kayak, anjir, nih toko namanya estetik banget. Boleh nih dijadiin nama," ungkapnya.

Ajis alias Pemuda Sinarmas. (ERA/Agus Ghulam)

Sebelum dikenal sebagai joki kaset, Ajis yang merupakan lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) lebih dulu berkarir di production house sebagai kameraman hingga pilot drone. Namun, sejak dulu ia sudah hobi mengoleksi kaset-kaset lawas, tap deck player, walkman, dan barang-barang vintage lain. "Kayaknya gua emang terlahir di tahun yang salah. Gua enggak tau kenapa kayak suka aja gitu barang-barang lama," ungkapnya. "Dulu awalnya jual beli. Cuman kok enggak ada yang beli gitu kan, bingung juga. Akhirnya gua manfaatin ajalah."

Jalan Ajis sebagai joki kaset mulai terbuka ketika seorang teman meminta tolong untuk mengisi acara. Ia yang bingung mau menampilkan apa akhirnya menawarkan untuk memutar kaset-kaset koleksinya ala DJ dengan perlengkapan yang ia punya. Ternyata banyak yang tertarik dengan penampilan perdananya itu. Hingga tibalah undangan sebuah festival ke mejanya. 

"Gua dikasih booth kecil. Nah itu gua enggak nyangka banget tuh, jadi kalo orang wara-wiri tuh harus ngelewatin yang booth gua ini, yang kecil ini," ungkap Ajis. "Nah itu gua di luar ekspetasi loh, berkerumun rame, nah dari situ mulainya sih."

Suka duka jadi joki kaset

Semenjak festival itu, Ajis mulai sering dipanggil ke festival-festival lain dan ia segera memilih nama Pemuda Sinarmas untuk diperkenalkan di atas panggung. Kini, banyak orang sudah mengenalnya dan joki kaset tak lagi hanya ia seorang. Namun, sebelum semapan sekarang, jalan yang harus ditempuh Ajis menjadi Pemuda Sinarmas bukannya mulus-mulus saja tanpa hambatan.

"Awalnya mau masuk ke bar aja pun susah banget. Kayak gua mau main dong di sini, ditanya itu lagu yang lu mainin apa?" Ucap Ajis. "Kayak gitu-gitulah pasti ditanyain. Lu bisa datengin massa berapa banyak? Gua enggak bisa jawab apa-apa."

Dari satu bar ke bar lain, pengalaman yang Ajis dapat hanyalah kegagalan demi kegagalan. Ia harus bersaing dengan DJ-DJ yang musiknya lebih masuk di telinga banyak orang. Belum lagi ia harus berhadap-hadapan dengan mereka yang bermodalkan tubuh seksi nan menggoda. Sementara Ajis waktu itu hanyalah pemuda gondrong dengan tampilan retro dan menyajikan konsep yang masih asing di Indonesia, joki kaset.

Lambat laun, setelah jam terbangnya di festival dan acara-acara lain makin tinggi, nama Pemuda Sinarmas mulai terendus juga. Ia lambat-laun menerima panggilan untuk tampil di bar-bar, menemani dansa malam muda-mudi ibu kota yang datang berpasangan maupun sedang kesepian. Hari ini, undangan yang diterima Ajis kian beragam. Terakhir kali misalnya, ia diundang tampil di hadapan para calon sipir penjara.

"Main di Tangerang. Baru masuk nih ada Ruang Eksekutor kalo enggak salah namanya. Wah gila random banget, terus isinya cepak-cepak," cerita Ajis sambil tertawa-tawa. Ia juga bilang ada obrolan soal tampil di Jerman tahun ini. "Tapi belum tahu lagi, masih nunggu kabar."

Mimpi sang joki kaset

Jadi joki kaset tak jauh beda dengan jadi DJ, hanya alatnya saja yang berbeda, kata Ajis. Selain itu, seorang joki kaset juga minimal harus mengingat lagu-lagu di setiap kaset agar tak salah putar.

"Kaset ini gulungan pita, jadi lu enggak bisa langsung next atau rewind. Jadi lu harus gulung dulu, dan lu harus feeling memperkirakan nih lagu Set 2-nya apa ya?" Ucap Ajis. "Kalo lu belum pernah denger itu lagunya di kaset, ya udah lu nikmatin aja tuh pas kesetel lagunya kayak gimana."

Hobinya mengoleksi kaset berawal dari orang tuanya yang suka menyetel lagu-lagu lawas di rumah. Berburu kaset lalu menjadi sarana healingnya dari kesumpekan hidup. Salah satu tempat favoritnya adalah di Blok M. Tiap bulan ia hampir selalu berkeliling ke toko-toko kaset di sana, mencari harta karun yang masih terpendam.

Beberapa koleksi kaset Pemuda Sinarmas. (ERA/Agus Ghulam)

Hari ini ia sudah punya ratusan koleksi kaset, dari yang populer hingga langka. Beberapa koleksinya ia bawa dalam koper kulit yang ia tenteng ke mana-mana. 

"Trans ini susah. Terus sama ini nih, Indonesia Disco Festival, ini nge-cover lagu luar, kayak parodi gitu, jadi liriknya diganti lirik Indonesia," cerita Ajis sambil menunjukkan beberapa kaset kesukaannya. "Nah ini nih lumayan langka juga nih, Chrisye dengan lirik bahasa Inggris."

Sebagian kaset ia tebus dengan harga puluhan ribu rupiah, beberapa yang lain mencapai harga ratusan ribu seperti kaset Trans yang ia perlihatkan di awal. 

Ditanya soal mimpinya, Ajis sejenak merenung dan berdehem agak panjang. Ia lalu bercerita ingin lagu-lagu Indonesia lebih dikenal di luar negeri. "Gua pengen orang luar itu belajar bahasa kita lewat musik. Jadi gua enggak perlu bikin musik bahasa Inggris untuk orang luar," ucapnya. "Gua pengen terkenal dengan musiknya Indonesia, dengan liriknya Indonesia."

Rekomendasi