Membedah Faktor Penyebab KDRT Marak Terjadi di Indonesia

| 30 Sep 2022 22:10
Membedah Faktor Penyebab KDRT Marak Terjadi di Indonesia
Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (unsplash)

ERA.id - Dewasa ini rumah tangga Lesti Kejora dan Rizky Billar jadi sorotan warganet karena isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Diduga, faktor penyebab KDRT yang dialami Lesti adalah perselingkuhan yang dilakukan oleh Rizky.

Di Indonesia, kasus KDRT bukanlah hal baru, bahkan telah masuk kategori memprihatinkan. Terkait hal tersebut, pemerintah berupaya menangani maraknya KDRT di Tanah Air, salah satu caranya adalah menggelar Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2016.

Ini dilakukan untuk mengetahui apa saja bentuk KDRT dan faktor penyebab KDRT sering menimpa perempuan. Hasil survei akan menjadi data untuk mencari jalan keluar agar KDRT tidak terjadi lagi di Indonesia.

4 Faktor Penyebab KDRT

Berdasarkan SPHPN Tahun 2016, dikutip Era dari kemenpppa.go.id, ada empat faktor penyebab kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan yang dilakukan oleh pasangan, yaitu faktor individu, faktor pasangan, faktor sosial budaya, dan faktor ekonomi.

1.    Faktor individu perempuan

Berdasarkan bentuk pengesahan perkawinan, misalnya nikah resmi, nikah siri, nikah adat, kawin kontrak, dan lainnya, perempuan yang melakukan pernikahan siri, kontrak, dan lainnya berisiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 1,42 kali lebih besar daripada perempuan yang menikah secara resmi (diakui negara).

Terkait faktor kerapnya pertengkaran istri dengan suami, perempuan yang sering bertengkar dengan suami berisiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 3,95 kali lebih besar dibandingkan perempuan yang jarang bertengkar dengan suami.

Sementara, perempuan yang sering “menyerang” suami terlebih dahulu berisiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 6 kali lebih besar daripada perempuan yang tidak pernah “menyerang” suami terlebih dahulu.

2.    Faktor pasangan

Perempuan yang suaminya punya istri/pasangan lain berisiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 1,34 kali lebih besar daripada perempuan yang suaminya tidak punya istri/pasangan lain. Kemungkinan lebih buruk terjadi jika suami berselingkuh. Perempuan yang suaminya selingkuh berisiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 2,48 kali lebih besar dibandingkan perempuan yang suaminya tidak selingkuh.

Ilustrasi suami selingkuh (unsplash)

Kemudian, perempuan yang suaminya menggangur berisiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 1,36 kali lebih besar dibandingkan perempuan yang suaminya bekerja. Perempuan yang suaminya pernah berkelahi dengan orang lain berisiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 1,87 kali lebih besar dibandingkan yang tidak pernah melakukannya.

Perempuan dengan suami yang pernah minum miniman keras (miras) berisiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 1,56 kali lebih besar dibandingkan perempuan yang suaminya tidak pernah minum miras. Kemungkinan lebih buruk dimiliki perempuan dengan suami pemabuk. Perempuan yang suaminya suka mabuk (minimal satu kali per minggu) berisiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 2,25 kali lebih besar dibandingkan yang tidak punya kebiasaan tersebut.

Lebih jauh, perempuan yang suami adalah pengguna narkotika berisiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 2 kali lebih besar daripada perempuan yang suaminya bukan pengguna. Tercatat, jika seorang suami adalah pengguna narkotika, 45,1% perempuan mengalami kekerasan fisik, 35,6% perempuan mengalami kekerasan seksual, 54,7% perempuan mengalami kekerasan fisik dan seksual, 59,3% perempuan mengalami kekerasan ekonomi, 61,3% perempuan mengalami kekerasan psikis, dan 74,8% perempuan mengalami kekerasan berupa pembatasan aktivitas.

3.    Faktor ekonomi

 Ilustrasi faktor ekonomi (antaranews)

Bunkan rahasia lagi jika faktor ekonomi termasuk faktor penyebab KDRT. Semakin rendah tingkat kesejahteraan, semakin tinggi risiko terjadinya KDRT.

Perempuan dari rumah tangga pada kelompok 25% termiskin berisiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dari suami 1,4 kali lebih besar dibandingkan kelompok 25% terkaya.

4.    Faktor sosial budaya

Perempuan yang selalu dibayangi kekhawatiran terhadap kejahatan berisiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dari suami 1,68 kali lebih besar dibandingkan perempuan yang tidak khawatir. Perempuan yang tinggal di perkotaan berisiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dari suami 1,2 kali lebih besar dibandingkan yang tinggal di perdesaan

Itulah beberapa faktor penyebab KDRT yang memicu terjadinya kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan oleh suami. Keadilan dan kesetaraan gender adalah hal yang perlu dibahas oleh suami-istri. Selain itu, komitmen dan komunikasi yang terbuka juga memiliki peran besar terhadap keharmonisan sebuah keluarga.

Rekomendasi