ERA.id - Rumah tangga tak selamanya berjalan dengan mulut. Ketika terjadi masalah, sebagian pasangan suami-istri memilih perceraian sebagai penyelesaian. Terkait hal tersebut, gono-gini menjadi salah satu yang perlu diperhatikan. Namun, adakah suatu sebab gugurnya harta gono-gini?
Berdasarkan KBBI, gana-gini atau gono-gini merupakan harta yang dikumpulkan selama berumah tangga sehingga menjadi hak berdua (suami dan istri). Namun, Anda perlu tahu bahwa hukum tidak mengenal istilah harta gono-gini. Untuk memahami lebih jauh, simak penjelasan berikut, dikutip Era dari hukumonline.com.
Harta Gono-gini di Mata Hukum
Berdasarkan kacamata hukum, harta yang dikumpulkan selama berumah tangga disebut sebagai harta bersama. Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 35 Ayat (1) UU Perkawinan yang menyebutkan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
Meski demikian, maksud atau referen dari istilah harta bersama dan gono-gini tidak berbeda. Kita akan menggunakan istilah harta gono-gini sebagai penyebutan harta bersama sebab memiliki makna yang sama.
Lebih lanjut, dijelaskan bahwa harta gono-gini bukanlah seluruh harta yang dimiliki pasangan suami-istri tersebut selama masa perkawinan. Harta gono-gini terbatas pada harta yang diperoleh atau didapatkan atas usaha atau pencaharian suami atau istri selama masa perkawinan. Sementara, harta yang perolehannya dari hadiah atau warisan tidak masuk sebagai gono-gini.
Hak Istri dan Gugurnya Harta Gono-gini
Jika perceraian terjadi karena istri yang menjadi pihak penggugat, apakah sang istri tetap berhak atas gono-gini? Jawabannya adalah istri sebagai penggugat perceraian tetap berhak mendapatkan harta bersama atau gono-gini—dengan syarat tidak ada perjanjian pemisahan harta.
Bagian terakhir itu perlu mendapat perhatian. Istri bisa saja tidak mendapatkan jatah harta bersama (gugurnya gono-gini) karena kondisi tertentu. Lebih jelas, berikut adalah beberapa hal yang bisa jadi menggugurkan gono-gini, dilansir Justika.
1. Perjanjian pemisahan harta
Istri berkemungkinan tidak memperoleh harta gono-gini jika pasangan tersebut pernah membuat perjanjian kawin yang isinya berupa pemisahan harta perolehan suami dan perolehan istri selama perkawinan, baik dibuat sebelum perkawinan (perjanjian pra-nikah) maupun selama masa perkawinan. Perjanjian tersebut menyebabkan objek harta bersama atau gono-gini hilang sehingga tidak bisa dipersengketakan.
2. Hindari menunda pembagian gono-gini
Tidak ada batasan waktu untuk mengajukan tuntutan gono-gini. Namun, lebih baik untuk pembagian harta gono-gini dilakukan segera agar tidak ada permasalahan lain karena terlalu lama menunda.
3. Kasus kriminal cukup serius
Jika salah satu pihak terjerat kasus kriminal cukup serius, orang tersebut berkemungkinan kehilangan hak gono-gininya. Contohnya adalah teroris atau pembunuh yang dipenjara seumur hidup.
Meski demikian, hakim harus memberikan keputusan soal hal tersebut, apakah status kriminalnya menghapus haknya untuk mendapatkan harta gono-gini atau tidak.
4. Dinyatakan meninggal atau hilang
Jika seseorang dinyatakan meninggal atau menghilang secara hukum, orang tersebut sudah tidak punya status. Pasangan perkawinan orang tersebut bisa mengajukan gugatan cerai dan mendapatkan seluruh harta bersama. Jika orang yang dinyatakan hilang atau meninggal itu ditemukan atau datang lagi, dia sudah tidak punya hak untuk meminta bagian dari harta bersama.
Hak Istri setelah Cerai dalam Islam
Dalam pandangan Islam, ada beberapa hal yang menjadi hak istri setelah pisah atau cerai dengan suamimya. Berikut ini adalah penjelasannya.
· Nafkah madhiyah: nafkah yang sudah lalu dan tidak selalu berkaitan dengan perkara cerai talak. Istri memiliki hak untuk mengajukan tuntutan nafkah madhiyah ketika suaminya mengajukan perkara cerai talak dengan mengajukan gugatan rekonvensi.
· Nafkah idah: Pasca-putusan, mantan istri menjalani masa idah. Oleh sebab itu, konsep nafkah idah dijadikan illat yang sama terhadap perkara cerai talak.
· Nafkah mutah: Mantan suami wajib memberikan nafkah mutah kepada mantan istri sebagai penghilang pilu. Hal tersebut untuk meminimalisasi penderitaan istri atau rasa sedih akibat perceraian mereka. Namun, ada pendapat yang menyatakan bahwa nafkaf mutah tidak ada jika pihak yang mengguhat cerai adalah istri.
· Nafkah anak: Ayah memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan anaknya hingga si anak berumur dewasa dan bisa mengurus dirinya sendiri. Perlu diingat, tidak ada yang namanya mantan anak dan mantan orang tua. Dalam perkara perceraian, ada kemungkinan untuk mengajukan tuntutan atas nafkah anak.
Satu hal lagi yang perlu digarisbawahi, ada konsekuensi jika istri menjadi pihak penggugat perceraian. Istri yang menggugat cerai suaminya tidak memiliki hak atas nafkah idah jika sang istri dinyatakan nusyuz.
Hal tersebut tertuan dalam Pasal 152 KHI, disebutkan bahwa hak istri setelah menggugat cerai suami adalah mendapatkan nafkah idah dari bekas suaminya, kecuali nusyuz. Berdasarkan KBBI, nusyuz memiliki makna perbuatan tidak taat dan membangkang seorang istri terhadap suami (tanpa alasan) yang tidak dibenarkan oleh hukum.
Itulah beberapa penjelasan mengenai gugurnya harta gono-gini. Selain itu, pasangan suami-istri (Islam) yang memutuskan untuk bercerai juga perlu memperhatikan beberapa hak mantan istri, termasuk yang berkaitan dengan anak mereka.