ERA.id - Jika Anda membuka media sosial, Anda bisa menemukan banyak hate comment dengan mudah. Tak jarang, hal tersebut dianggap sebagai kelumrahan karena banyak warganet yang “tak mampu” mengendalikan jari-jarinya agar tidak membuat hate comment. Sebenarnya, apa itu hate comment?
Apa Itu Hate Comment?
Berangkat dari maknanya, hate memiliki makna ‘benci’ atau ‘kebencian’, sedangkan comment memiliki makna ‘komentar’. Oleh sebab itu, hate comment bisa diartikan sebagai komentar yang berisi kebencian.
Ini adalah gejala sosial yang perlu diluruskan. Masing-masing orang memiliki kesempatan untuk memberikan komentar yang baik, atau minimal tidak memberikan komentar jika hal tersebut bersifat buruk dan bisa menyinggung orang lain. Namun, pada realitasnya hate comment masih bertebaran di media sosial.
Dikutip Era dari theAsianparent, dr. Santi Yuliani Sp.Kj, MSc memberikan penjelasan bahwa pilihan seseorang untuk memberikan hate comment tak terlepas dari perasaan orang tersebut.
Dia juga menjelaskan bahwa perasaan manusia berada di otak. Hal tersebut berkaitan dengan ungkapan atau komentar yang berisi kebencian.
“Perasaan yang dimiliki sebenarnya ada di otak, bagaimana seseorang merasakan ragam emosi, marah, benci, kecewa, bahagia, ataupun sedih. Perasaan kita ini ada di otak, dan inilah yang sebenarnya sangat berkaitan mengapa ada orang yang melontarkan ujaran kebencian atau ada orang kerap kali menuliskan hate comment,” jelasnya.
Selain itu, dia juga memberikan penjelasan mengenai area kebencian yang berkaitan dengan kekhawatiran atau kecemasan.
“Di otak kita memang ada yang namanya area kebencian, atau hate circuit. Ada di area frontal, insula dan futamen. Sirkuit inilah yang kemudian mengelola rasa benci yang dimiliki karena sebenarnya muncul dari adanya rasa khawatir atau cemas. Ada rasa ketidaknyamanan kemudian memunculkan otak kita mencari tahu bagaimana cara untuk bertahan. Insting untuk bertahan,” lanjutnya.
Hal tersebut menunjukkan bahwa perasaan yang menghasilkan hate comment telah ada di dalam DNA, sebagai bentuk survival mode. Namun, terdapat perbedaan antara insting bertahan manusia zaman dahulu dengan manusia zaman sekarang.
Manusia zaman dahulu, jelas Santi, bertahan dari ancaman bahaya, misalnya saat berburu. Seiring dengan berkembangnya zaman, bentuk dari survival mode juga mengalami perubahan.
Dia menerangkan, kondisi atau perasaan benci manusia zaman sekarang kerap muncul saat seseorang merasa terancam—tetapi berbeda dengan ancaman dari binatang buas. Saat ada sesuatu yang membuat seseorang merasa “tidak enak (nyaman)”, dia akan mengeluarkan pendapat yang membuat dirinya “merasa enak (nyaman)”, bukan membuat orang lain “merasa enak (nyaman)”.
Oleh sebab itu, saat seseorang melontarkan hate comment kepada orang lain, belum tentu tujuannya untuk menjatuhkan orang lain, melainkan untuk membuatnya tetap berdiri. Dengan kata lain, untuk menyenangkan atau melegakan dirinya sendiri.
Sebab lain dari seseorang melakukan hate comment adalah keinginan untuk dianggap lebih tahu dan perasaan insecure. Berbagai hal bisa melatarbelakangi munculnya hate comment, dan hal tersebut lebih baik dikendalikan.
Hate Comment Bisa Jadi Candu
Saat seseorang melontarkan hate comment, orang tersebut bepeluang untuk melakukannya terus-menerus. Hal tersebut tentu bisa menghasilkan sesuatu yang lebih buruk.
Santi menjelaskan, ketika seseorang membuat hate comment yang menjatuhkan atau menyakiti hati orang lain kemudian mendapatkan dukungan atau respons positif dari orang lain, otak orang tersebut akan terbanjiri dopamin.
Untuk diketahui, dopamin merupakan senyawa kimia di dalam otak yang memunculkan perasaan bahagia. Semakin banyak dopamin, orang tersebut bisa menjadi lebih bahagia. Jika otak dibanjiri dopamin karena mendapat dukungan setelah melontarkan hate comment, orang tersebut bisa mengulangi perbuatan tersebut.
Santi menjelaskan, otak cenderung mengulangi sesuatu yang memberikan rasa senang. Kebiasaan buruk berupa pengeluaran hate comment ini bisa terus dilakukan karena menjadi hal serupa candu.