Mengapa Band Daerah Sering Gagal di Jakarta?

| 19 Aug 2018 15:13
Mengapa Band Daerah Sering Gagal di Jakarta?
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Zaman sekarang, asalkan punya uang, rekaman sudah bukan lagi barang langka. Bikin studio rekaman rumah sendiri, rilis sendiri, karya monumental pun lahir dengan sendirinya. 

Tapi begitu rekaman lahir, tantangan berikutnya bakal lebih besar lagi. Demi mengejar sebuah target yang namanya 'dikenal banyak orang', mereka--khususnya anak band yang berdomisili di daerah--menjadikan Jakarta sebagai destinasi utama untuk menancapkan eksistensi. Nah, di sini masalah baru akan muncul. 

Sesungguhnya, untuk dikenal banyak orang, saat ini sudah ada media sosial yang tidak berbatas ruang dan waktu. Tapi, Jakarta yang masih dianggap sebagai barometer musik Indonesia memang kerap menggiurkan sejumlah anak band daerah untuk memperlihatkan diri di dunia nyata. Tidak ada salahnya, sih.

Tapi tidak jarang, begitu menjejakan kaki di Ibu Kota mereka cuma numpang lewat. Jangankan dikenal orang, lantaran kurang 'modal', mereka malah buru-buru pulang kampung dan bahkan meninggalkan dunia musik secara total. Lho, katanya mau jadi Rolling Stones? Gimana sih? 

Lalu apa yang membuat mereka tidak tahan banting menghadapi kerasnya kehidupan di Jakarta? Berikut kami berikan beberapa penyebabnya, dan semoga bisa menjadi solusi bagi anak band daerah yang ingin melakukan destinasi musikal ke Ibu Kota.

1. Tidak Bergaul dengan Media

Bergaul dengan media sangat penting. Karena media merupakan wadah penyampai informasi sekaligus materi yang kita buat. Buka jaringan seluas-luasnya. Dekati media (tapi jangan jadi penjilat) dan siap menerima kritikan media ketika materi kita dianggap kurang 'menggigit'. Ingat, salah bersikap sebagai pendatang baru juga bisa menjadi bulan-bulanan media. Jadi, dekati dan bergaulah dengan media sebaik mungkin. 

2. Euforia Berlebihan

Ketika kita menginjakan kaki di Jakarta. Apalagi kemudian digaet label rekaman besar (meskipun saat ini label sudah tidak menjadi target utama anak band lagi) kita kadang merasa kesuksesan sudah di depan mata. Dunia gemerlap dan hiruk pikuk panggung musik dengan level yang lebih mewah dibandingkan saat hanya menjadi band hajatan melahirkan euforia berlebihan. Nah, ini yang bakal jadi bumerang kelak. Ingat, semua yang belebihan itu tidak baik.

3. Tidak Punya Mental 

Tidak punya mental kuat mengakibatkan kita cepat patah arang. Jadwal manggung yang ketat dan padat, bisa memengaruhi psikologis seseorang. Jarang pulang, terkesan anti-sosial dan hanya membawakan lagu dan melakukan aktivitas yang sama selama berpekan-pekan membuat kita stres. Kritikan yang dilontarkan berbagai pihak juga bisa menjadi senjata mematikan bagi anak band yang tidak ditempa dengan mental kuat. Akibatnya, band cepat bubar.

4. Materi (lagu) Kurang Kuat

Bikin lagu itu jangan asal-asalan. Punya skill main musik juga jangan pas-pasan. Gitaris asal Bali, I Wayan Balawan pernah bilang, di Indonesia, kalau cuma jago doang enggak akan dilihat orang. Tapi harus jago sekaligus unik. Saat ini, anak band yang jago banyak. Tapi apakah mereka bisa bikin lagu yang catchy dan everlasting? Tidak! Buatlah lagu yang kuat dan menggambarkan karakter kita. Jangan mendengarkan satu jenis musik saja. Buka referensi selebar-lebarnya. Belajarlah bagaimana cara 'ngenakin' lagu. Untuk urusan ini, Johnny Greenwood (Radiohead) bisa menjadi referensi.

5. Tidak Teliti Membaca Kontrak dengan Label

Kebanyakan band yang hijrah ke Jakarta dan mendapatkan kontrak dengan label rekaman (besar) biasanya sudah 'seneng duluan'. Ketika diundang untuk menandatangani kesepakatan kontrak, mereka jarang membaca keseluruhan isi kontrak. Apalagi jika pihak label menyuguhi kita dengan makanan dan minuman mewah nan mahal. Terkecoh deh pandangan kita. Padahal, dalam klausul kontrak tidak jarang disertakan bahasa-bahasa hukum 'menjebak' yang tanpa kita sadari akan merugikan kita di masa mendatang. Intinya, teliti sebelum membeli.

6. Uang

Ini faktor yang paling penting. Membuat materi lagu tentu butuh biaya, hijrah ke Jakarta tentu butuh modal, bergaul dengan media tentu butuh fee promo. Jangan anggap semua bisa dilakukan dengan gratis. Karena itu, bentuklah sebuah manajerial yang kuat dan terencana jika memutuskan terjun ke dunia musik secara profesional. Tidak semua yang berawal dengan cara nekat berujung dengan baik. 

Itulah beberapa hal yang harus diperhatikan anak band daerah ketika memutuskan terjun ke dunia musik secara profesional dan jika masih menganggap Jakarta sebagai lahan komoditas musik yang mumpuni. Tapi ingat, ini cuma berlaku buat anak band yang memilih meluncur di jalur pop, rock dan sejenisnya. Jika kalian memilih jalur metal sebagai falsafah hidup. Lupakan tips di atas.

Soalnya, band-band bergenre metal--khususnya yang memilih jalur underground--cenderung tidak mengejar target muluk-muluk. Bagi mereka, berkarya adalah di atas segalanya. Mereka juga kadang tidak menjadikan uang dan popularitas sebagai tujuan akhir bentuk kepuasaan. Tapi jika akhirnya karya dan jerih payah mereka dihargai orang lain, itu akan menjadi apresiasi tak ternilai.

Baca Juga : Berkaryalah Jika Ingin Dikenal Orang

 

Tags : album musik
Rekomendasi