Iya, dalam pengakuan kemarin sore (3/10), Ratna blak-blakan soal kebohongan ini. Ratna bilang, kebohongan ini pertama kali ia sampaikan kepada keluarganya di rumah. Tujuannya, Ratna enggak ingin keluarganya tahu dia melakukan operasi plastik. Tapi, entah bagaimana bermula, kebohongan yang ia lakukan itu malah menyebar luas dan jadi pembodohan massal.
Ratna pantas menyesal, sebab kebohongan ini berbuntut sampai ke desakan kepadanya untuk mengundurkan diri dari posisi juru kampanye nasional (Jurkamnas) koalisi pemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Kemarin siang, Ratna sudah mengirim surat pengunduran dirinya, bahkan sebelum Prabowo memintanya mundur dalam konferensi pers malam harinya.
Selain dampak buruk yang menimpa dirinya sendiri, kebohongan Ratna ini turut memberi dampak buruk bagi keluarganya. Soal ini, kami menemukan sebuah studi yang bisa menggambarkan bagaimana kebiasaan mendidik anak dengan kebohongan dapat memberi dampak buruk terhadap hubungan orang tua dan anak-anaknya.
Studi ini diawali dengan pemaparan bahwa berbohong adalah kesalahan yang paling umum dilakukan orang tua dalam mendidik anaknya. Secara umum, orang tua menjadikan kebohongan sebagai cara paling cepat untuk memperbaiki setiap situasi sulit yang dihadapi. Tapi, tentu saja, cara cepat belum tentu tepat.
Bukan apa-apa, studi ini juga menjelaskan bahwa setiap orang yang berbohong --termasuk orang tua-- akan terus-terusan membuat kebohongan baru untuk menutupi kebohongan-kebohongan yang sebelumnya ia lakukan. Ya, hal ini jugalah yang terjadi kepada Ratna, bagaimana kebohongan kecil yang ia sampaikan kepada anak-anaknya bergulir jadi kebohongan-kebohongan yang lebih besar.