Terdengar klise? Mungkin saja! Tapi sekali lagi, inilah inti yang ditanamkan dari film tersebut. Warner Brothers dan New Line Cinema yang bertugas mengangkat kisah DC Comics yang satu ini tentu ingin sekali memberikan sedikit perbedaan dibanding kisah Man of Steel, Wonder Woman, serta Aquaman. Lebih riang tentunya, jauh dari kesan kelam yang awalnya ingin disuguhkan DC Comics. Ya, setelah mereka mengubah sedikit gaya berceritanya yang terlalu kaku dan serius, kini mereka mencoba bermain dengan sentuhan kelakar seperti yang sebelumnya diperlihatkan dalam Wonder Woman dan Aquaman. Salah satu yang membedakan tentunya adalah; jika superhero lain orang dewasa yang berkontemplasi dan memutuskan menjadi superhero, maka Shazam adalah remaja yang mengubah tubuhnya menjadi pria dewasa berbadan kekar berbalut spandeks merah dan masih ingin main-main dengan kekuatannya.
Film ini bercerita tentang Billy Batson (Asher Angel), remaja pembangkang berusia 14 tahun yang berulang kali lari dari panti asuhan karena merasa ia masih punya ibu kandung dan ingin mencarinya dengan cara yang jahil. Sayangnya, pencarian itu membawanya ke salah satu penampungan anak yang dikelola oleh pasangan Varquez. Di situlah ia berkenalan dengan beberapa anak yatim lainnya, salah satunya Freddy (Jack Dylan Grazer), remaja disabilitas yang atraktif dan kolektor akesoris superhero.
Di tengah adaptasi dengan keluarga barunya tersebut, Billy tiba-tiba berada dalam ruang dan dimensi waktu yang aneh serta berjumpa dengan seorang penyihir bernama Shazam (Djimon Hounsou). Penyihir yang mencari juara baru untuk menyelamatkan dunia tersebut menobatkan Billy sebagai penerima kekuatannya setelah mengucapkan mantra SHAZAM. Seketika itu pula, remaja berusia 14 tahun itu berubah bentuk menjadi pria dewasa (Zachary Levi) yang memiliki kekuatan layaknya para dewa mitologi Yunani dan orang suci, seperti kebijaksanaan ala Solomon, ketahanan seperti Hercules, stamina ala Atlas, kekuatan seperti Zeus, keberanian seperti Achiles, dan kecepatan ala Merkurius.
Namun dengan pikiran yang masih remaja, tentunya kekuatan itu hanya dipergunakan untuk unjuk kebolehan serta bermain-main semata. Sementara di sisil lain, seorang penjahat bernama Dr. Sivana (Mark Strong) yang pernah ditawari kekuatan tersebut beberapa dekade sebelumnya berusaha menemukan jalan untuk kembali ke tempat sang penyihir dan mengambil kekuatan mata yang dapat membebaskan para makhluk jahat yang mewakili tujuh dosa besar. Misi selanjutnya adalah mengambil kekuatan yang dimiliki Billy untuk menguasai dunia.
Barisan Karakter Yang Membawa Isu Keluarga
Sebagaimana kisah superhero pada umumnya, kisah dalam film ini adalah pertarungan antara yang baik melawan yang jahat. Hampir semua superhero mengangkat hal tersebut. Tambahan konflik akan karakter remaja yang masih ingin bermain dan bebas, apalagi karakter Billy yang pemberontak, tentu menjadi suguhan yang menarik. Penonton akan diingatkan kembali dengan kisah-kisah Spider-Man klasik, di mana seorang remaja Peter Parker yang masih remaja harus memutuskan untuk menikmati hidupnya sebagai remaja pada umumnya atau mengemban tugas yang besar untuk menolong orang sebagai superhero. Bedanya Billy Batson yang pemberontak dan remaja pelarian ini menggunakan kemampuannya untuk bermain serta bertahan hidup saat melarikan diri dari rumah pantinya.
Namun, isu yang paling banyak disuguhkan di dalam cerita ini sesungguhnya adalah pemahaman akan arti keluarga. Semua karakter di dalam film ini terlibat dengan isu tersebut, baik sang tokoh utama dan karakter minor lainnya, maupun karakter baik dan karakter jahat. Semuanya memiliki masalah dengan arti keluarga sesungguhnya.
Contohnya, karakter baik Billy Batson dan karakter jahat Dr. Sivana. Keduanya adalah karakter yang diabaikan oleh keluarga sekandung mereka. Sementara Billy Batson berusaha melarikan diri dari beberapa panti untuk mencari di mana keberadaan ibu kandungnya, Dr. Sivana justru ingin memberi pelajaran kepada ayah dan kakak kandungnya yang selalu mengabaikannya dan merundungnya sejak kecil karena dianggap berkhayal akan kekuatan magis.
Begitu pula dengan sang penyihir, yang punya keinginan lain yaitu mengumpulkan kembali para saudaranya yang telah dikalahkan di masa lalu, atau pasangan Varquez yang mendirikan panti karena mereka juga yatim piatu, tidak memiliki anak, dan ingin membantu mereka yang tidak memiliki keluarga mendapat penggantinya meskipun bukan dari keluarga kandung mereka.
Salah satu adegan yang juga menyuguhkan arti keluarga terlihat ketika Mary--salah satu keluarga panti bertemu dengan Billy yang saat itu sedang menjelma menjadi Shazam-- yang berhasil diterima di kampus terbaik yang diimpikannya. Tapi ternyata, hal itu membuatnya sedih karena ia akan berpisah dengan keluarga pantinya. Sementara Billy merasa momen itu merupakan waktu yang tepat bagi Mary untuk keluar dari kehidupan panti dan hidup mandiri tanpa perlu keluarga.
Pun demikian dengan adegan turning point bagi Billy ketika ia berhasil menemukan ibu kandungya yang ternyata tidak menginginkannya. Sehingga ia menyadari bahwa arti keluarga adalah kelompok orang dekat yang saling melindungi, menjaga, dan membutuhkan. Dan itu bisa didapat di mana saja, meskipun bukan dari keluarga sedarah.
Film ini tentu sangat menyenangkan bila ditonton bersama keluarga. Soalnya selama ini, film garapan komik DC dinilai terlalu dewasa. Seperti tema femimisme yang disuguhkan Wonder Woman atau diskriminasi dan tumbukan sosial antara dua ras (penghuni darat dan penghuni laut) yang disuguhkan Aquaman. Kali ini, Shazam mampu memberikan sensasi ringan namun tetap terasa aura DC-nya, karena tone cahaya yang lebih gelap kebiruan bila dibandingkan dengan kisah Marvel yang tonenya lebih cerah kekuning-kuningan.
Film dengan rating 8/10 ini masih tayang di bioskop kesayangan kamu. Dalam waktu dekat, film ini bakal mendapat rival dari film superhero lain seperti Hellboy dan Avengers Endgame. Jadi, kalau mau menyerbu bioskop, lakukan sekarang juga!