Kebesaran The Lion King dalam Bayang Plagiarisme

| 24 Jul 2019 12:49
Kebesaran <i>The Lion King</i> dalam Bayang Plagiarisme
The Lion King 1994 (IMDB)
Jakarta, era.id - Film live action garapan Jon Favreau, The Lion King mencapai kesuksesan. Mengadaptasi film kartun legendaris Walt Disney berjudul sama, keberhasilan dua film The Lion King sejatinya masih dibayangi kontroversi. Disebut menjiplak serial animasi klasik Jepang, Kimba The White Lion, keaslian kisah The Lion King sejak lama dipertanyakan.

Pada 19 Juli 2019, Walt Disney Pictures merilis The Lion King, adaptasi live action dari kartun berjudul sama yang dirilis tahun 1994. Live action itu menghadirkan selebritis papan atas Hollywood sebagai pengisi suara. Sebutlah, Donald Glover sebagai Simba dewasa, Beyonce (Nala), Chiwetel Ejiofor (Scar), hingga komedian jenaka Seth Rogen yang berperan sebagai babi ikonik, Pumbaa.

Sejak dirilis, The Lion King 2019 meraup untung hingga 185,1 juta dolar AS. Angka ini tentu akan bertambah seiring masa penayangan film yang masih berkeliling di bioskop-bioskop dunia. Kesuksesan ini jadi dejavu bagi Walt Disney. Saat kartun The Lion King dirilis 25 tahun lalu, mereka berhasil mengumpulkan uang 94,2 juta dolar AS. 

Keuntungan tersebut terbilang amat besar saat itu, yang bahkan menjadikan The Lion King sebagai film kartun tersukses sepanjang masa. Atau, jangan bicara soal uang, sebab kebesaran The Lion King 1994 lebih dari itu. Saat merilis The Lion King 1994, Michael Eisner, bos Walt Disney saat itu mengatakan, The Lion King adalah proyek film pertama garapan Walt Disney yang diangkat dari kisah orisinil yang diciptakan Departemen Cerita dari Disney Animation.

Pernyataan Eisner menjadi kabar besar saat itu. The Lion King 1994 segera jadi proyek yang dinantikan semua orang. Bukan apa-apa, sebelum The Lion King 1994, kartun-kartun Walt Disney secara terang diadaptasi dari berbagai dongeng, cerita pendek, ataupun novel-novel kontemporer. Maka, tak heran bagaimana The Lion King 1994 kala itu menjadi hal yang amat besar.

Namun, perasaan berbeda ditangkap penonton di Jepang kala itu. Jika negeri barat dan penonton di belahan dunia lain hanyut dalam kebesaran The Lion King 1994, orang-orang Jepang justru 'mengerutkan dahi' mereka. Jauh sebelum The Lion King 1994 diumumkan sebagai kisah orisinil pertama Walt Disney, orang-orang Jepang telah lebih dulu familiar dengan Kimba The White Lion.

Kisah Kimba The White Lion yang juga dikenal dengan judul King of the Jungle diciptakan oleh komikus legendaris Jepang, Osamu Tezuka di tahun 1950. Komik itu kemudian diadaptasi menjadi serial animasi pada tahun 1965. Kimba The White Lion berkisah tentang perjuangan seekor singa putih bernama Kimba untuk merebut kembali kerajaannya demi meneruskan kekuasaan sang ayah yang mati.

Kebesaran Kimba di Jepang bukan main-main. Saat itu, karakter Kimba laris dijadikan ikon berbagai produk lokal. Bahkan, sebuah tim bisbol lokal, Seibu Lions menjadikan Kimba sebagai maskot klub. Kimba mengarungi kesuksesan dalam waktu panjang, sekitar tiga puluh tahun, sejak komik diciptakan pada 1950 hingga tahun 1989, tahun di mana sang kreator meninggal. Di tahun itu juga, The Lion King memulai proses produksinya.

 

Kontroversi

Kontroversi antara Kimba dan Simba --protagonis dalam The Lion King-- terus berlanjut usai kematian Tezuka. Pada 1997, Tezuka Productions melestarikan karya sang komikus lewat produk adaptasi film layar lebar berjudul Jungle Emperor Leo. Film itu kemudian menarik perhatian lantaran memiliki kisah yang mirip dengan The Lion King yang rilis tiga tahun sebelumnya.

Pada Toronto Film Festival 1997, Kimba dan Simba 'bertemu'. Saat itu, Walt Disney memprotes penayangan Jungle Emperor Leo yang mereka sebut sebagai karya jiplakan dari The Lion King 1994. Publik pun merespons keras. Banyak orang saat itu memandang rendah Jungle Emperor Leo sebagai tiruan dari The Lion King.

Padahal, jalan cerita yang diangkat dalam Jungle Emperor Leo merupakan adaptasi dari bagian terakhir seri komik Kimba The White Lion yang diciptakan Tezuka, yang ceritanya berfokus pada bagaimana Kimba dewasa merebut kembali kerajaannya demi meneruskan kekuasaan sang ayah yang telah meninggal.

Saat itu, Walt Disney menyampaikan pernyataan resmi, bahwa tak ada satupun orang di dalam studio yang pernah mendengar nama Kimba, apalagi karya dengan judul Kimba The White Lion ataupun King of the Jungle. Pernyataan ini bertolak belakang dengan pernyataan yang disampaikan oleh pengisi suara Simba dalam The Lion King 1994, Matthew Broderick.

"Saya pikir, maksud mereka (Walt Disney) adalah Kimba, seekor singa putih dalam film kartun yang saya kenal semasa saya kecil. Itulah kenapa saya (antusias) terus memberi tahu semua orang bahwa saya memerankan Kimba," tutur Broderick dalam sebuah wawancara bersama Austin American saat itu.

Kebesaran nama Tezuka dan karya-karyanya memang tak bisa dianggap remeh. Sebelum Kimba, Tezuka lebih dulu dikenal sebagai kreator karakter Astro Boy. Respons Walt Disney yang menyebut tak mengenal Kimba sejatinya sempat dibalas oleh pihak Tezuka dengan pernyataan yang super membumi, namun menusuk.

"Kami adalah perusahaan kecil. Saya rasa tak akan ada gunanya (melawan) Walt Disney. Pengacara perusahaan mereka jelas adalah deretan nama terbaik di dunia," kata petinggi Tezuka Productions, Yoshihiro Simizu saat itu.

Tak cuma pengakuan Broderick. Sebuah temuan juga memperkuat dugaan kebohongan yang disampaikan Walt Disney. Pendiri perusahaan, Roy Disney sempat salah menulis nama Simba dengan Kimba di dalam sebuah pesan yang ia kirimkan kepada salah satu petinggi perusahaan bernama Jill Sauder.

Pesan Roy pada Jill (YouTube)

Sejak kabar plagiarisme menaungi kesuksesan The Lion King, berbagai sindiran mulai menyerang Walt Disney. Memang, tak banyak media massa yang mengangkat isu ini. Namun, sebuah adegan dari serial The Simpsons rasanya cukup jadi tamparan keras bagi Walt Disney.

 

Bagaimanapun besarnya Walt Disney, The Lion King, dan Simba, Kimba dan sang kreator Tezuka tetap menjadi kebanggaan masyarakat Jepang. Hingga saat ini, kisah Kimba masih sering diadaptasi menjadi pertunjukan teater. Kimba juga masih menjadi maskot berbagai iklan produk yang terpampang di jalan-jalan seantero Jepang.

Sebuah semangat yang rasanya perlu dicontoh banyak orang. Walt Disney boleh saja menghasilkan ratusan juta dolar dari The Lion King. Namun, kehormatan terhadap sebuah karya orisinil tetap milik Tezuka, Kimba, dan berbagai karya adaptasinya.

Rekomendasi