Tanggal 14 November 2015, Jakarta Biennale kembali digelar. Kali itu, perhelatan akbar dua tahunan dihelat di sebuah gudang tua yang berlokasi di sekitar Pancoran, Jakarta Selatan. Lebarannya para pelaku dan penggemar seni rupa itu jadi acara pertama yang digelar di Gudang Sarinah.
Sebelum Jakarta Biennale, Gudang Sarinah hanyalah sebuah lahan sekarat seluas 2,5 hektare. Ide memanfaatkan Gudang Sarinah dicetuskan oleh pendiri Ruang Rupa (Ruru), Ade Irawan. Sang kurator seni itu lantas mengajak Indra Ameng, kerabatnya di Ruru untuk menyulap Gudang Sarinah menjadi ruang kreatif.
“Awalnya, Jakarta Bienalle itu yang nemuin si Ade. Ade bertemu dengan direkturnya Gudang Sarinah, melihat kondisi tempat yang seperti ini, di tengah kota dan luasnya 2,5 hektare, enggak kepake dan mati,” ujar Ameng dikutip dari HAI, Minggu (29/9/2019).
Sayang, Gudang Sarinah tak berumur panjang. Setelah dua tahun menjadi rumah bagi para pelaku kreatif, Gudang Sarinah dialihfungsikan menjadi ruang pendidikan kolektif dan ekosistem untuk belajar seni rupa kontemporer bernama Gudskul.
Dirancang sebagai ruang simulasi kerja seni, Gudskul menawarkan semangat kolektif yang mengedepankan dialog kritis dan eksperimentasi. Secara sederhana, Gudskul adalah sekolah tanpa identitas normatif. Dibangun oleh tiga kelompok seni rupa: Serrum, Ruru, dan Grafis Huru Hara (GHH), Gudskul terbuka untuk seniman, manajer seni, kurator, peneliti, hingga praktisi budaya.
Gudskul akan melibatkan peserta studi dalam kegiatan kolaboratif dengan akses ke jaringan kerja nasional dan internasional yang telah dibangun sejak Gudang Sarinah.
Siang tadi kami menengok bekas lokasi Gudang Sarinah di Jalan Pancoran Timur II, Pancoran, Jakarta Selatan. Hasil pantauan kami, lokasi Gudang Sarinah telah berubah menjadi gudang perusahaan ekspedisi.
Seorang penjaga keamanan bernama Achmad yang kami temui menjelaskan, kegiatan seni dan aktivitas urban di Gudang Sarinah sudah berhenti sejak dua tahun lalu. Memang, tak ada aktivitas apapun yang kami lihat. Di sana hanya terlihat mobil dan motor yang terparkir di halaman. Kebanyakan juga ditutupi terpal agar terhindar dari panas matahari menyengat saat siang.
"Tempat pamerannya sudah tutup. Sekarang jadi gudang ekspedisi, mbak," kata Achmad kepada kami saat berkunjung ke bekas lokasi Gudang Sarinah, Minggu (29/9/2019).
"Muralnya di dalam mah, sudah pada dicat semua. Yang di luar juga. Sudah enggak ada apa-apa. Kalau enggak berkepentingan juga tidak boleh sembarangan masuk," tambah Achmad.
Sisa-sisa Gudang Sarinah
M Bloc Space
M Bloc Space adalah sarana ruang kreasi untuk pelaku industri kreatif berkumpul. Creative hub yang tadinya merupakan bekas rumah karyawan milik Peruri (Percetakan Uang Republik Indonesia) ini bertempat di Jalan Sisingamaraja, Blok M, Jakarta Selatan. Di dalam M Bloc Space terdapat berbagai gerai penjual makanan, minuman, serta barang lain.
Selain itu, M Bloc Space juga memiliki area pertunjukan musik yang bisa memuat maksimal 400 orang. Pertunjukan musik ini, rencananya bakal dilaksanakan setiap hari. 160 musisi telah didaftar akan tampil di sana. Kami mewawancarai Wendi Putranto, Co-Founder sekaligus Program Director M Bloc Space.
Wendi menjelaskan, ia dan lima pendiri lain: Glenn Fredly, Handoko Hendroyono, Jacob Gatot Sura, Lance Mengong, dan Mario Sugianto berkolaborasi dalam naungan PT Ruang Riang Milenial. Mereka berharap M Bloc Space dapat menjadi tempat lahirnya potensi kolaborasi lain yang memberi keuntungan bagi para komunitas pekerja kreatif.
"Jadi, visinya bagaimana nanti orang kreatif di Jakarta bisa berkumpul di satu tempat dan banyak potensi kolaborasi lagi yang saling menguntungkan sesama komunitas itu nantinya," kata Wendy saat dihubungi lewat sambungan telepon.
Soal kekhawatiran terkait persamaan nasib dengan Gudang Sarinah, Wendy menyebut M Bloc Space memiliki perbedaan mencolok, yakni adanya pertunjukan musik setiap harinya. M Bloc Live House yang merupakan venue musik di tempat ini bakal menampilkan banyak pemusik khususnya pendatang baru untuk tampil di sini.
"Kita memberikan panggung pada mereka dan sekaligus memberikan venue ... Karena kita tahu, banyak sekali permasalahan kekurangan venue (musik) di Jakarta," katanya.
"Ini kita coba menyiasati dengan membuat M Bloc Live House dengan venue berkapasitas maksimal 400 orang dan itu diinstal audio, lighting, sound, LED. Itu sudah terpasang terus di sana," tambah Wendy.
Para pemusik pendatang yang mau datang ataupun pihak yang ingin mengadakan acara di tempat ini bisa mengajukan proposal kepada pihak pengelola. Nantinya, pengelola yang menyortir apakah acara atau pemusik itu bisa tetap manggung di M Bloc Live House.
"Kalau tidak cocok, ya kita arahkan mereka untuk rental venue. Kalau mau melakukannya di M Bloc. Jadi bisnis utama bukan rental venue tapi ruang kreatifnya," jelasnya.
M Bloc Live House
Tak hanya itu, dia juga yakin creative hub yang bekerjasama dengan Peruri akan tetap berjalan tak tergerus di tengah jalan. Apalagi, mereka sudah terikat kontrak bisnis selama lima tahun. Sehingga, creative hub ini bakal terus difungsikan untuk memenuhi kontrak tersebut.
Wendy juga yakin, berkaca dari grand opening yang digelar pada Kamis 26 September 2019 dan diisi oleh Glenn Fredly, White Shoes And The Couples Company, serta Krontjong Toegoe cukup banyak masyarakat yang antusias menyambut creative hub ini. Hal ini kata dia bisa dilihat dari media sosial.
"Mereka sepertinya sudah menunggu tempat seperti ini ada dan eksis di jantung ibu kota."
Salah satu gerai yang buka di M Bloc Space ada DeMajors yang menjual compact disc (CD) dan piringan hitam. Gusmar, staf DeMajors mengatakan tokonya sudah buka selama empat hari. Antusiasme pun terlihat cukup oke. Apalagi, adanya venue musik M Bloc Live House secara tak langsung juga menambah poin bagi tokonya.
"Yang lewat berhenti masuk ke sini juga banyak, biarpun enggak beli. Tapi, ya cukup ramai sejak M Bloc ini buka. Biasanya yang penggemar musik yang datang," katanya saat berbincang dengan kami.
Tokonya ini buka dari pukul 10.00 WIB hingga 22.00 WIB. Namun, dia bilang, tokonya masih belum sempurna. Sebab, pembangunan di M Bloc sendiri juga belum rampung. Secara keseluruhan, sebagai penyewa gerai di creative hub ini, Gusmar bilang tak ada kekurangan di M Bloc. Namun, dia mengatakan memang sulit mencari parkiran jika datang kemari.
"Parkiran motor kan enggak ada. Jadi kita parkir di depan Blok M Plaza. Tapi selebihnya sih, sudah oke sih," ujarnya.
DeMajors
Paksa naik angkutan umum
Hal ini memang menarik. Meski dikeluhkan banyak orang, ketidaktersediaan lahan parkir sejatinya sengaja dilakukan untuk memaksa pengunjung menggunakan transportasi umum. Keluhan ini turut kami tangkap dari Sultan (26), warga Blok M yang sudah dua kali datang ke tempat ini. "Parkirannya enggak ada sih, tapi bisalah naik MRT ke sini,"
Kata Sultan, tempat ini memang cocok untuk nongkrong maupun meeting dengan teman-temannya. Pekerja swasta ini bilang, M Bloc cukup nyaman tapi sayangnya, tempat ini memang masih dibangun di beberapa sisi. Sehingga, dia berharap pembangunan creative hub ini cepat selesai.
Terkait lahan parkir, Wendy juga sudah menyatakan M Bloc memang tidak menyediakan lahan parkir kecuali untuk mobil yang ada fasilitas jasa vallet. Sebab tempat ini memang tidak memadai jika dibangun tempat parkir.
Sehingga, sebagai pengelola dia menyarankan para pengunjung untuk naik kendaraan umum seperti Transjakarta dan MRT. Untuk Transjakarta, para pengunjung bisa turun di Koridor 13 sedangkan MRT para pengunjung bisa turun di Stasiun Blok M.
"Jadi untuk sampai ke M Bloc bukan sulit tapi sangat strategis. Makanya saran kita, ya, lebih baik menggunakan transportasi umum," tutupnya.