ERA.id - Ayah mendiang Mirna Salihin, Edi Darmawan Salihin dilaporkan oleh 38 mantan pegawainya ke Polda Metro Jaya karena diduga tidak membayar uang pesangon sebesar Rp3,5 miliar.
Laporan itu teregister dengan nomor LP/B/5743/IX/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 26 September 2023. Pelapor dalam laporan ini ialah Wartono yang mewakili rekan-rekan perusahaan PT Fajar Indah Cakra Cemerlang (FICC).
Kuasa hukum ke-38 karyawan, Manganju Simanulang menjelaskan laporan itu dibuat karena perusahaan tersebut sudah kalah dalam pengadilan terkait tindakan PHK kepada 38 karyawannya. PT FICC dijatuhi putusan untuk membayar pesangon senilai Rp3,5 miliar kepada mereka.
Namun, uang tersebut tidak pernah dibayarkan oleh perusahaan sejak putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) itu inkrah pada Oktober 2018.
"Bulan Oktober 2018 dan itu sudah inkrah (putusan Pengadilan Hubungan Industrial di PN Jakpus). 2018 sampai sekarang 2023 itu (telah) lima tahun nih. Tidak ada penyelesaian atau niat baik dari perusahaan untuk menyelesaikan apa yang jadi kewajiban kepada karyawan," kata Manganju kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Ayah Mirna selaku Dirut PT FICC, Komisaris PT FICC, Made Sandy Salihin, Direktur PT FICC, Ni Ketut Sianti, dan Febrina Salihin dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal 185 juncto pasal 156 ayat (1), (2), (3), dan (4) UU Nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Cipta Kerja.
"Jadi ini yang menarik UU Ciptaker kita yang sekarang Nomor 6 tahun 2023 itu disitukan jelas di Pasal 185 juncto Pasal 156 ada ayat 1,2,3, dan 4 mengatakan pengusaha yang tidak membayar pesangon itu menjadi tindak pidana dan itu kejahatan," ucapnya.
Di tempat yang sama, salah satu karyawan yang telah bekerja selama 27 tahun di PT FICC sebagai kurir, Wartono (57) mengaku di-PHK pada 2018 lalu dan sampai saat ini tidak pernah tahu mengapa dirinya dipecat.
Namun, Wartono menceritakan perusahaan milik Dermawan Salihin itu telah mengalami kesulitan untuk menggaji karyawannya usai kasus kopi sianida Mirna terjadi.
"Setelah kejadian kasus Mirna kopi sianida, penggajian mulai tersendat. Harusnya tanggal 1 penggajian bisa mundur bisa sampai tanggal 15, bisa sampai tanggal 30 berikutnya. Saya juga sempat negor Pak Edi 'Pak ini kalau cara penggajian begini, karyawan nggak bisa makan, ada yang nyicil motor, ada yang rumah juga'," ucap Wartono.
Dikonfirmasi, Edi Darmawan Salihin tak mempermasalahkan jika dirinya dilaporkan ke polisi. Darmawan menyebut laporan mantan anak buahnya adalah yang kedua kalinya dilayangkan usai sebelumnya diterbitkan Surat perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh penyidik.
"Yang bubarin itu jasa kurir saja itu mereka sendiri. Lima hari nggak masuk (kerja), ngambil uang harian tapi nggak dijalankan tugasnya, saya bubarin. Dia nantang, dia pikir saya nggak berani kali. Sudah saya jelasin tadi, sudah nggak ada masalah (saya dilaporkan)," ucap Edi Darmawan Salihin.