ERA.id - Biro Wassidik Bareskrim Polri menyatakan penghentian penyelidikan kasus ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) diduga palsu sesuai prosedur. Ahli Digital Forensik Rismon Sianipar mengaku kecewa dengan keputusan itu.
Diketahui, Rismon merupakan satu di antara terlapor dalam laporan yang dibuat Jokowi terkait tudingan ijazah palsu.
"Tanggapan saya terhadap penghentian penyelidikan di Bareskrim Polri ya sangat tidak puas karena dipandang bukti kami adalah bukti sekunder yang tidak bisa dijadikan sebagai pembuktian," kata Rismon kepada wartawan, Kamis (31/7/2025).
Dia menyebut data yang diberikannya ke penyidik dalam gelar perkara khusus merupakan hasil dari pengujian digital forensik yang telah diakui dunia internasional.
Metode pengujiannya sama seperti ketika pengungkapan kasus Hitler's Diaries.
"Saya kira kepolisian perlu belajar kasus-kasus besar dunia diselesaikan secara digital forensik," jelasnya.
Sebelumnya, beredar foto hasil gelar perkara khusus Biro Wassidik Bareskrim Polri terkait kasus ijazah Jokowi diduga palsu.
Dittipidum Bareskrim Polri sebelumnya menghentikan penyelidikan kasus ijazah Jokowi diduga palsu yang diadukan oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA). Namun TPUA tak terima dengan langkah hukum Dittipidum Bareskrim Polri lalu mengajukan dilaksanakannya gelar perkara khusus.
Gelar perkara khusus itu telah dilaksanakan di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (9/7). Dari pelaksanaan gelar perkara khusus ini, diterbitkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D) Nomor: 14657/VII/RES.7.5/2025/BARESKRIM. SP3D itu ditandatangani Karo Wassidik Bareskrim Polri Brigjen Sumarto tertanggal 25 Juli 2025.
Hasil gelar perkara khusus adalah Biro Wassidik menyatakan penghentian penyelidikan kasus ijazah Jokowi diduga palsu sesuai prosedur.
"Penghentian penyelidikan sudah sesuai dengan ketentuan (prosedur) yang berlaku," demikian isi keputusan hasil gelar perkara khusus tersebut.
Dalam SP3D itu juga dinyatakan jika data yang diberikan oleh TPUA disertai bukti temuan dalam bentuk keterangan merupakan data sekunder. Data itu tidak memiliki kekuatan pembuktian sehingga tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti.
ERA mencoba mengonfirmasi hal ini ke Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko dan Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho. Namun keduanya tak memberi jawaban saat dikonfirmasi.