ERA.id - Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menilai provinsi DKI Jakarta memang perlu pengetatan aktivitas ekonomi untuk mencegah peningkatan penyebaran COVID-19.
"Selama lima pekan terakhir DKI Jakarta memang dalam kondisi kota-kotanya zona merah dan kondisi ini relatif tetap merah, kecuali ada beberapa kota di DKI yang pernah oranye dan saat ini kembali merah. Ini menunjukkan kondisi dengan tingkat penularan yang cukup tinggi, maka dari itu perlu pengetatan," kata Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito di Kantor Presiden Jakarta, Kamis.
Menurut Wiku, sebelum DKI Jakarta menetapkan PSBB tahap 1 pada 10 April 2020, kasus positif COVID-19 masih relatif rendah, kemudian tahap 2, dan 3 pada 4 Juni 2020 terlihat kasusnya terkendali, tetapi pada PSBB transisi kasusnya cenderung meningkat dari waktu ke waktu.
Sedangkan PSBB transisi fase 1 yang dijalankan berdasarkan Pergub No 51 2020 diawali 5 Juni 2020 dan perpanjangan sampai PSBB transisi fase 5 sampai 10 September 2020.
Saat DKI Jakarta kembali menerapkan PSBB total, maka sekolah tidak boleh beroperasi, aktivitas perkantoran dilakukan dengan bekerja dari rumah kecuali instansi pemerintah dan yang menangani COVID-19.
Namun, tetap ada 11 Sektor usaha dibolehkan berdasarkan protokol kesehatan, rumah ibadah dan kegiatan fasum dan sosial tidak diperbolehkan.
"Transportasi umum dibatasi jam operasional dan kapasitasnya, mobil pribadi kapasitasnya 50 persen dan penumpang harus menggunakan masker. Rumah ibadah, kantor, pabrik, rumah makan, salon, pasar, fasiltas olahraga outdoor, museum, perpustakaan, taman atau pantai, angkutan umum, dibuka 50 persen kapasitas dan jam operasional dibatasi, tapi sekolah tetap tidak boleh beroperasi," ungkap Wiku.
Wiku meminta penerapan PSBB ini dapat diterapkan secara disiplin agar dapat menekan kasus positif dan jumlah kematian.
"Kita harus menerima kenyataan ini dan kita harus mundur satu langkah, untuk bisa melangkah kembali ke depan dengan lebih baik dan dengan kehidupan yang lebih normal. Mari kita bangun kedisiplinan bersama jika kondisi ini tidak ingin terulang kembali," tambah Wiku.
Wiku juga menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah melakukan 5 tahap penilaian sebelum memberlakukan PSBB total mulai 14 September 2020.
"Di DKI Jakarta sudah melihat pra-kondisi menentukan kapan dibuka dan tidak, membuat prioritas sektor, melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat dan dalam monitoring evaluasi memang kita perlu bekerja sama lebih baik lagi dengan pemerintah pusat, daerah dengan masyarakat serta pengamat agar alarm yang kita ambil ada hikmahnya untuk segera melakukan pengetatan lebih tinggi lagi," kata Wiku.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Rabu (9/9) menyatakan "menginjak rem darurat" yang mencabut kebijakan PSBB Transisi dan memberlakukan kembali PSBB total.
Alasan Anies untuk mengambil keputusan tersebut, karena tiga indikator yaitu tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU khusus COVID-19 dan tingkat kasus positif di Jakarta. Pemberlakuan kembali PSBB yang diperketat ini mulai 14 September 2020, namun belum diketahui kapan berakhir.
Hingga Kamis (10/9) jumlah terkonfirmasi COVID-19 di Indonesia mencapai 207.203 orang dengan penambahan hari ini sebanyak 3.861 kasus. Terdapat 147.510 orang dinyatakan sembuh dan 8.456 orang meninggal dunia. Sedangkan jumlah pasien suspek mencapai 95.501 orang.
Kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta pun sudah mencapai 50.671 kasus dengan penambahan per Kamis (10/9) adalah 1.274 kasus dengan total yang sudah sembuh 38.228 dan pasien yang meninggal 1.351 orang.