ERA.id - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan soal hak cipta musik yang dilayangkan penyanyi Melly Goeslaw.
Awalnya, Melly mengajukan gugatan bersama label Aquarius. Gugatannya tersebut merujuk pada Pasal 10 dan Pasal 114 UU Hak Cipta. Pasal 10 tersebut berbunyi:
Pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya.
Sedangkan Pasal 114 menyatakan:
Setiap orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/ atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Dalam pengajuannya, Melly dan Aquarius meminta MK menyertakan platform digital berbasis user generated content (UGC) ke dalam pasal 14 UU Hak Cipta. Platform UGC yang dimaksud antara lain Youtube, TikTok, Instagram dan Facebook.
Melly dan pihak Aquarius menyebutkan perkembangan teknologi kini berkembang pesat. Munculnya platform layanan digital dalam bentuk, platform video pendek, aplikasi berbagi, layanan host video pendek, dan/atau layanan sejenisnya yang secara keseluruhan disebut platform layanan digital. Konten itu kemudian dibagikan ke media sosial dan dianggap merugikan para pencipta lagu atau musisi.
Melly berharap ada keadilan bagi platform digital harus disanksi penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp4 miliar jika membiarkan pembajakan musik terjadi di platform masing-masing.
Kemudian MK mengabulkan gugatan Melly dengan menambah ketentuan di pasal 10 UU Hak Cipta dengan mengikat platform digital berbasis user generated content (UGC) dan berbunyi:
"Menyatakan pasal 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 ... tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Pengelola tempat perdagangan dan atau platform layanan digital berbasis user generated content dilarang membiarkan penjualan, penayangan, dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan dan/atau layanan digital yang dikelolanya'," jelas Suhartoyo, ketua majelis hakim MK di Gedung MK, Jakarta, Kamis (29/2/2024).
Kendati demikian, MK tidak mengabulkan gugatan Melly Goeslaw pada pasal 114, karena pasal tersebut mengatur sanksi jika peraturan dilanggar. Pasalnya, aturan yang ada belum dapat memberikan kepastian hukum yang adil karena tidak dapat menuntut pertanggungjawaban penyedia platform layanan digital mengingat platform itu tidak termasuk dalam kategori pengelola tempat perdagangan.
"Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya," tambah Suhartoyo.
Untuk diketahui, sebelumnya, Melly Goeslaw, PT Aquarius Pustaka Musik dan PT Aquarius Musikindo menguji sejumlah pasal UU Hak Cipta. Mereka yang bertindak sebagai pemohon kini berfokus pada potensi pembajakan di platform digital.
Kuasa hukumnya, Ignatius Supriyadi menyebutkan, ada kekosongan hukum yang berdampak pada kliennya tidak bisa menggugat platform digital atas kerugian hak cipta akibat pembajakan musik.
Aquarius dan Melly juga menilai pasal yang digugatnya telah memberikan kerugian konstitusional karena melanggar UUD 1945, khususnya Pasal 28D ayat 1, Pasal 28H ayat 4, serta Pasal 28I ayat 4 dan 5.
"Sungguh tidak adil hak-hak konstitusional para pemohon terabaikan, sedangkan si pelaku pengabaian/pembiaran tidak dapat diminta tanggung jawab hukum dan dibiarkan bebas," tertulis dalam gugatan Melly-Aquarius.