ERA.id - Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) memungkinkan bubar, setelah ada polemik terjadi antara kader dan elite dalam PPP. Setelah Suharso digantikan Mardiono, suara-suara akar rumput partai berlambang kakbah ini, bercabang.
Ada yang memilih Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Erick Thohir. Merespons langkah politik PPP, pakar politik dari Universitas Hasanuddin, Kota Makassar, Andi Ali Armunanto bilang jika saluran kebijakan berasal dari atas ke bawah, tentunya yang berbeda dari keinginan DPP, akan "dibabat".
Namun kalau memakai pendekatan dari bawah ke atas, maka elite PPP akan berkompromi. Lagi pula, mereka butuh penguatan basis demi masuk ke DPR RI lagi. Menimbang konstelasi politik yang rentan berubah usai petahana tak lagi maju, tentu dipikirkan dengan matang.
"Kalau saya perhatikan dari sejarah konflik internal di PPP, mereka cenderung untuk berkompromi," ujar Ali kepada ERA, Kamis (3/11/2022).
Ali mengatakan KIB terancam bubar semua tergantung dari bargaining politik yang KIB lakukan, mulai dari kesepakatan apa saja yang dicapai dalam upaya menemukan titik kompromi.
"Karena gejolak bagaimanapun pasti ujung-ujungnya akan mencari titik kompromi. Persoalannya saat ini, godaan dari berbagai pihak yang juga berupaya membentuk koalisi dan fluktuatifnya calon presiden, tentu akan mempengaruhi upaya kompromi, karena capres tentu akan sangat menentukan sebagai sentral dari koalisi dan penjamin distribusi kuasa dan sumber daya, ketika kemenangan berhasil didapat," kata Ali lagi.
Maka dari itu, ia menilai semuanya akan masih bersifat tentatif. Toh yang menentukan ke depan adalah ketika preferensi pilihan capres masyarakat yang mulai solid dan polarisasi politik yang kuat mulai terbentuk.
Itu semua dibarengi dengan penguatan isu serta sinkronisasi ideologi dan pragmatisme partai. "Untuk saat ini dan mungkin hingga 6 bulan kedepan, bongkar pasang formasi koalisi masih akan menjadi sesuatu yang sangat wajar terjadi," ucapnya.