ERA.id - Calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD, menyinggung hukuman moral saat ditanya soal kemungkinan Gibran Rakabuming Raka didiskualifikasi dari Pilpres 2024.
Toh, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sudah memvonis Ketua dan enam Anggota KPU RI telah melanggar etik saat meloloskan Gibran sebagai cawapres.
Sebelum itu juga, Majelis Kehormatan Mahakamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi pula terhadap paman Gibran, yakni Anwar Usman yang melanggar etik terkait pencalonan Gibran sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
"Terkait keputusan DKPP tentang pelanggaran etika oleh Ketua KPU, apakah dengan ini Gibran bisa didiskualifikasi? Padahal dalam hal ini kita lihat etika sudah dilanggar berkali-kali. Itu yang kami tanyakan, apakah Gibran bisa didiskualifikasi?" tanya Erga saat menghadiri acara 'Tabrak Prof' di Pos Bloc, Jakarta, Rabu (7/2/2024) malam.
Mahfud menjelaskan bahwa hukum memiliki dua tingkatan. Pertama sumber hukum yang terdiri dari aspek moral, etika, dan agama. Kedua, hukuman formal yang sudah tertuang dalam undang-undang.
"Kasus Gibran secara hukum tertulis itu sudah selesai, bahwa dia sah menjadi calon (wakil presiden atau cawapres). Tapi karena di atasnya ada moral dan etika, maka ada hukumannya dua," jelas Mahfud.
Mahfud mengatakan, hukuman pertama diberikan kepada oknum. Dalam hal ini, putusan MKMK kepada Anwar Usman yang berujung pada pemberhentian dirinya sebagai Ketua MK, serta keputusan DKPP kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari beserta enam anggotanya.
"DKPP itu hukumannya sanski administratif, bisa diberhentikan juga Ketua KPU-nya, seperti halnya diberhentikan Ketua MK-nya (Anwar Usman)," ungkap Mahfud.
Hukuman kedua, yakni hukuman moral. Mantan Ketua MK ini kemudian menjelaskan, sanksi tersebut bisa berupa pengucilan sosial dan cibiran dari masyarakat yang akan terus ditujukan kepada orang yang melakukan pelanggaran, dalam hal ini Gibran.
"Okelah hukum formal tidak mencakup (Gibran). Tapi kalau setiap orang mengatakan 'eh, ini anak haram konstitusi' itu kan hukuman sosial di tengah masyarakat. 'Eh, Anda enggak sah. Eh, Anda karena pertolongan uncle, paman. Eh, karena Anda ini merakayasa hukum'," ujar Mahfud.
"Itu adalah cibiran masyarakat yang tidak akan pernah hilang seumur hidupnya," tambah dia.