Konsekuensi Perpanjangan Usia Pensiun Polri, Imparsial: Bakal Terjadi Penumpukan Perwira Tinggi

| 02 Jun 2024 19:00
Konsekuensi Perpanjangan Usia Pensiun Polri, Imparsial: Bakal Terjadi Penumpukan Perwira Tinggi
Ilustrasi anggota Polri. (Antara)

ERA.id - Wakil Ketua Imparsial Ardi Manto mengatakan ada beberapa konsekuensi dari perpanjangan usia pensiun polisi dalam Revisi Undang-Undang (RUU) Polri. Salah satunya tejadi penumpukan perwira tinggi.

"Pertama adalah akan macetnya jenjang karir di institusi kepolisian itu yang membuat akan terjadi penumpukan perwira tinggi di kepolisian. Karena sudah jelas-jelas batas usia pensiun ini dinaikkan," kata Ardi dalam konferensi pers di Kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (2/6/2024).

Ardi menyebut penumpukan perwira juga sebelumnya terjadi di institusi TNI. Menurut dia, hal serupa berpotensi terjadi di kepolisian. 

Ia khawatir kondisi ini nantinya akan mengakibatkan banyak perwira polisi yang ditugaskan di berbagai institusi non-kepolisian.

"Misalnya nanti kalau datang ke Dukcapil atau Imigrasi atau ke kantor Kementerian Agama, itu yang ketemu malah polisi karena sudah dikaryakan di situ. Ini tentu akan sangat berbahaya bagi independensi lembaga atau institusi tersebut," jelas Ardi.

Selain itu, Ardi mengatakan perpanjangan usia pensiun ini juga memiliki konsekuensi terhadap anggaran. Ia menjelaskan konsekuensi anggaran akan membuat kinerja kepolisian tidak berjalan dengan efektif. Sebab, Polri merupakan institusi yang dibentuk untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

"Baru (tugas) turunnya itu adalah penegakan hukum, dan seterusnya," ujarnya.

"Dengan tugas yang dimandatkan ini sebetulnya dibutuhkan satu keterampilan fisik yang memadai, yang cukup, yang dimiliki oleh seorang anggota kepolisian. Maka akan sangat, kalau kita ingin mengatakan, kita itu sebetulnya butuh, meminjam istilah salah satu anggota DPR, kita butuh alat keamanan itu yang segar, yang masih muda, yang memiliki keterampilan secara fisik itu yang memadai untuk mendukung kerja-kerja, tugas-tugas di kepolisian," sambungnya.

Oleh karena itu, Ardi berpendapat, revisi undang-undang Polri terkait batas usia pensiun terkesan aneh karena seolah sejalan dengan revisi undang-undang ASN, termasuk juga yang terjadi pada revisi undang-undang TNI.

Ia menduga perubahan batas usia pensiun tersebut dilakukan pemerintah untuk menopang kekuasaan.

"Jangan-jangan ini sesuai dengan kecurigaan kita, Koalisi Masyarakat Sipil bahwa hari ini memang negara atau kekuasaan bertumpu atau betul-betul menggunakan aparat keamanan TNI dan Polri itu untuk menopang kekuasaan-kekuasaannya. Dan ini juga yang akan kita khawatirkan menguat terjadi di masa yang akan datang," tegas dia.

Sebagai informasi, draf revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (UU Polri) mengatur soal batas usia pensiun anggota Polri.

Dalam dokumen rancangan UU Polri, pada Pasal 30 ayat (2), tertulis batas usia pensiun anggota Polri mulai dari 58 tahun hingga 65 tahun.

Rinciannya, batas usia pensiun anggota Polri bagi Bintara dan Tamtama yaitu 58 tahun. Kemudian untuk perwira Polri, batas usia pensiunnya 60 tahun. Sedangkan anggota Polri bagi pejabat fungsionaris batas usia pensiunnya 65 tahun.

Batas usia pensiun bagi anggota Polri di level bintara, tamtama, dan perwira dapat diperpanjang lagi selama dua tahun apabila memiliki keahlian khusus dan sangat dibutuhkan.

"Usia pensiun bagi Anggota Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b yang memiliki keahlian khusus dan sangat dibutuhkan dalam tugas Kepolisian dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) tahun," bunyi balied Pasal 30 ayat (3).

Artinya, bagi bintara dan tamtama Polri apabila memilki keahlian khusus dan dibutuhkan, maka usia penisunnya diperpanjang menjadi 60 tahun.

Sedangkan untuk perwira Polri yang memiliki keahlian khusus, masa penisiunnya diperpanjang hingga 62 tahun.

Sebagai informasi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia disetujui menjadi usul inisiatif DPR.

Keputusan tersebut ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR ke-18 Masa Sidang ke-V tahun 2023-2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/5/2024).

Rekomendasi